Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) melaporkan kondisi stok jagung yang hanya bisa memenuhi kebutuhan produksi kurang dari 30 hari menjadi penanda berkurangnya pasokan meski panen raya tengah berlangsung. Harga jagung yang diserap pun menunjukkan tren kenaikan dan menyentuh Rp6.000 per kilogram di sejumlah daerah.
“Stock on hand di pabrik pada Februari hanya bisa untuk kebutuhan 33 hari, artinya memang volume yang kami serap dan kami gunakan dalam produksi lebih besar dari pada produksi sehingga stok makin menurun walaupun dalam kondisi panen,” kata Ketua Umum GPMT Desianto B. Utomo dalam diskusi daring, Selasa (20/4/2021).
Desianto mengemukakan 85 persen harga pakan yang diproduksi pabrik dipengaruhi oleh kondisi harga bahan baku. Artinya, kenaikan harga jagung secara otomatis berdampak pada naiknya biaya produksi.
Pada kesempatan yang sama, Ketua GPMT Johan memperkirakan serapan jagung oleh pabrik pada April bisa lebih rendah dibandingkan dengan serapan pada Maret meski masa panen masih berlangsung.
Total serapan pabrik pakan secara nasional berada di kisaran 700.000 ton per bulan. Jika serapan di bawah angka tersebut, dia menyebutkan pabrik tidak bisa meningkatkan stok untuk mengantisipasi bulan-bulan mendatang ketika produksi cenderung turun.
“Kalau April serapan di bawah 700.000 ton, artinya kami tidak bisa pile up stock, padahal 60 sampai 65 persen produksi terjadi pada semester I,” kata Johan.
Baca Juga
Dia pun menyebutkan pasokan jagung pada semester II menjadi pertanyaan dan kekhawatiran tersendiri bagi pelaku usaha. Nihilnya jaminan pasokan dan risiko harga yang terus naik menimbulkan dilema pelaku usaha karena harga pakan tidak bisa serta-merta dinaikkan demi peternak.
“Harga pakan belum bisa di-adjust sesuai harga jagung karena melihat kondisi peternak. Dengan kenaikan harga yang belum berhenti, ada risiko masalah besar pada bulan-bulan mendatang, terutama pada harga produk unggas,” katanya.