Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah meminta pelaku industri pariwisata menyiapkan standar sesuai dengan protokol kesehatan untuk mengantisipasi peningkatan pergerakan wisatawan domestik yang diprediksi terjadi pada masa hari raya Idulfitri 2021.
Plt Deputi Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Frans Teguh mengatakan anjuran berwisata di tengah larangan mudik memungkinkan terjadinya perputaran uang di industri pariwisata dari masyarakat setempat yang melakukan kunjungan ke lokasi wisata terdekat.
"Dengan demikian, pelaku usaha pariwisata diharapkan tetap memastikan penerapan protokol kesehatan selama momen tersebut berlangsung. Aktivitas wisata di setiap daerah tidak dibatasi dengan catatan menerapkan protokol kesehatan sesuai dengan ketentuan," ujar Frans, Jumat (9/4/2021).
Terkait dengan hal tersebut, sambungnya, pemerintah memastikan seluruh perangkat dan mekanisme yang mendukung dipastikan siap. Terutama, pada kuartal II/2021 di mana Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) akan fokus menggenjot wisata domestik.
Terutama, infrastruktur yang bisa.memastikan mekanisme yang bisa memastikan tidak terjadi kerumunan yang berpotensi menimbulkan klaster baru.
Frans menambahkan, pemerintah mengupayakan efektivitas sertifikasi Cleanliness, Healthiness, Safety, dan Environmentally Good (CHSE), serta mempercepat proses vaksinasi di sektor pariwisata.
Baca Juga
Perlu diketahui, pada periode 2017--2019 pergerakan wisatawan domestik paling banyak terjadi di provinsi-provinsi besar. Pada 2020, pergerakan wisatawan domestik tercatat tinggi disejumlah provinsi.
Berdasarkan data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), provinsi-provinsi dengan pergerakan wisatawan domestik tertinggi tersebut, antara lain; Jawa Timur (52 juta), Jawa Barat (49 juta), Jawa Tengah (39 juta), DKI Jakarta (21 juta), dan Banten (11 juta).
Namun, sektor pariwisata di seluruh provinsi Tanah Air harus terpukul akibat pandemi Covid-19 tidak dapat dihindari. Baik Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, maupun Banten mendapatkan pukulan telak yang ditandai dengan penurunan drastis okupansi hotel.
Tahun lalu, okupansi hotel provinsi-provinsi tersebut di atas hanya berada di kisaran 29--41 persen. Anjlok parah dari 2019 dengan tingkat okupansi hotel di wilayah-wilayah tersebut masih berkisar 46--60 persen.