Bisnis.com, JAKARTA - International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dari 4,8 persen menjadi 4,3 persen. Apakah pemerintah masih optimistis dengan prediksi sendiri?
Meski IMF menurunkan proyeksi, pemerintah memperkirakan produk domestik bruto (PDB) berkisar 4,5 persen hingga 5,3 persen. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan bahwa keyakinan tersebut tercermin dari beberapa indikator yang ada.
“PMI [purchasing managers index] naik 53,2 pada Maret dibandingkan Februari 50,9. Neraca perdagangan Februari kembali surplus dengan ekspor membaik,” katanya saat dihubungi, Rabu (7/4/2021).
Bukan hanya itu, Iskandar mencatat jumlah uang beredar di masyarakat juga meningkat. Dia menambahkan konsumsi masyarakat semakin membaik, khususnya kalangan kelas menengah.
Kelompok yang menyumbang 82 persen dari konsumsi konsumsi rumah tangga itu tumbuh seiring realisasi vaksinasi Covid-19 yang terus digenjot.
Di sisi lain, pemerintah yakin investasi akan meningkat. Faktor pemicunya adalah Undang-Undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja dan terbentuknya Indonesia Investment Authority.
"Untuk menjaga pertumbuhan di angka 4,5 persen hingga 5,3 persen, belanja sosial tetap dijaga. Bantuan untuk kelompok masyarakat di bawah 40 persen juga rutin diberikan," imbuhnya.
Iskandar yakin ekonomi akan tumbuh seiring diberlakukannya kebijakan-kebijakan untuk mengerek konsumsi. Ini terbukti stimulus pembebasan pajak penjualan atas barang mewaj (PPnBM) kendaran dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) properti ternyata efektif meningkatkan permintaan dan berdampak pada membaiknya industri manufaktur.
“Insentif UMKM [usaha mikro, kecil, dan menengah] untuk produksi dan khususnya menjelang Ramadhan dan lebaran akan meningkatkan belanja pada triwulan II/2021. Insentif hotel, restoran, dan kafe akan meningkatkan industri hotel, restoran, dan kafe pada semester 2/2021,” jelas Iskandar.