Bisnis.com, JAKARTA - Sekretaris Kementerian BUMN periode 2005--2010 Muhammad Said Didu mengatakan PT Pertamina (Persero) berpotensi mengimpor bahan bakar minyak seiring dengan terbakarnya 4 tangki penyimpanan di Kilang Balongan.
Dia menjelaskan, dalam kondisi kilang beroperasi seluruhnya, Indonesia masih defisit bahan bakar minyak. Pasalnya, kilang di dalam negeri hanya bisa menghasilkan BBM pada kisaran 800.000 barel per hari.
Pada sisi lain, konsumsi BBM di dalam negeri tercatat sekitar 1,6 juta barel per hari dalam kondisi normal. Pada saat pandemi, kebutuhan BBM dalam negeri tercatat sekitar 1,2 juta barel per hari.
"Ini di tengah kesulitan devisa, kita kebakaran [Kilang Balongan], kita impor 125.000 per hari harus mengimpor untuk menutupi itu, Pertamina mengimpor dan menghabiskan devisa 125.000 barel per hari," katanya dalam sebuah webinar yang digelar pada Jumat (2/4/2021).
Said mengatakan, asumsi itu berdasarkan perhitungan kasar dari informasi yang disampaikan Pertamina kepada publik. Dalam insiden itu, api telah melahap 4 tangki penyimpanan BBM yang masing-masing berkapasitas 100.000 barel.
Dengan demikian, Pertamina kehilangan stok BBM sebesar 400.000 barel. Oleh karena itu, apabila dalam kondisi normal Indonesia masih membutuhkan impor BBM.
"Kalau berkurang 100 ribu barel saja sudah pasti harus nambah impor dong. Sebenarnya sederhana sekali pemikirannya," ungkapnya.
Said menilai kejadian kebakaran tersebut menjadi catatan penting bagi manajemen Pertamina. Sebelum kejadian, aroma BBM yang sangat menyengat telah dirasakan masyarakat.
"Kalau Pertamina sudah menunjukkan kebocoran terjadi berhari-hari berarti ada masalah besar di Pertamina," ungkapnya.
Sebelumnya, hal senada turut diungkapkan oleh Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi. Menurutnya dengan insiden itu maka potensi impor BBM dengan jumlah lebih menjadi sangat berpotensi.
"Dengan terbakarnya Kilang Balongan, ketergantungan terhadap impor semakin tinggi, yang akan menggerus kedaulatan energi dalam jangka panjang," katanya.