Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Sawit Disebut Bisa Ciptakan Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru

Hasil studi PASPI menunjukkan adanya 10 provinsi yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru seiring dengan berkembangnya industri sawit.
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Bisnis.com, JAKARTA - Sawit disebut bisa melahirkan pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah yang menjadikan perkebunan komoditas ini sebagai basis ekonomi utama.

Berkembangnya aktivitas perkebunan dan industri sawit tercatat berbanding lurus dengan naiknya pendapatan masyarakat.

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung menjelaskan hasil studi PASPI menunjukkan adanya 10 provinsi yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru seiring dengan berkembangnya industri sawit.

Kesepuluh provinsi tersebut mencakup provinsi Aceh, Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Papua dan Papua Barat.

"Kabupaten yang memiliki sentra sawit perkembangannya lebih cepat dibandingkan dengan kabupaten yang tidak memiliki sawit. Ini hasil penelitian secara empiris dan hasilnya sama dengan penelitian World Bank," kata Tungkot dalam diskusi daring, Rabu (31/3/2021).

Tungkot mengemukakan tingkat kemiskinan di suatu daerah terbukti mengalami penurunan seiring dengan meningkatkan produksi minyak sawit. Dia menyebutkan kondisi ini juga terjadi di daerah produsen lain seperti Malaysia, Kolombia, dan Papua Nugini. Menurutnya, pengalaman yang sama itu juga dialami oleh negara produsen sawit seperti Malaysia, Columbia, hingga Papua Nugini.

"Jadi di mana ada sawit berkembang, di situ kemiskinan turun karena ada tenaga kerja yang masuk ke sektor itu,” katanya.

Hasil penelitian PASPI pada 2019 juga memperlihatkan dampak lebih lanjut dari perkembangan industri sawit yang memungkinkan pelaku usaha perkebunan meningkatkan transaksi dengan sektor lainnya.

Nilai transaksi antara masyarakat kebun sawit dengan petani pangan tercatat mencapai Rp36,8 triliun. Sementara dengan masyarakat nelayan berjumlah Rp10 triliun dan masyarakat peternak Rp13,1 triliun. Adapun transaksi dengan masyarakat perkotaan bisa mencapai Rp202,1 triliun dan masyarakat pedesaan sebesar Rp59,8 triliun per tahun.

Selain aktivitas ekonomi di dalam negeri, Tungkot menyampaikan pula dampak perdagangan internasional sawit terhadap negara importir, mulai dari penciptaan lapangan kerja baru dan turunnya angka kemiskinan.

Dia mengatakan lapangan kerja di negara importir minyak sawit mengalami kenaikan sejak 2010. Pada 2010 penciptaan lapangan kerja di delapan negara importir sawit mencapai 1,99 juta orang dan bertambah menjadi 2,73 juta orang pada 2020.

Menurutnya, hal ini sejalan dengan kegiatan hilirisasi sawit di negara pengimpor. Program hilirisasi di negara importir pun setidaknya melahirkan pendapatan pekerja dengan nilai Rp38 triliun secara total.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper