Bisnis.com, JAKARTA – MRT Jakarta yang sudah beroperasi selama dua tahun mampu meraih capaian positif kendati masih menyisakan banyak catatan untuk diperbaiki.
Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia Aditya Dwi Laksana menyampaikan selama dua tahun MRT beroperasi di Jakarta, peran nyata yang terlihat adalah menghadirkan dan menumbuhkan budaya bertransportasi baru bagi masyarakat khususnya warga Jakarta. Menurutnya beroperasinya MRT menghadirkan suatu bentuk transportasi perkotaan yang modern dan manusiawi.
“Secara umum, kehadiran MRT membentuk kultur transportasi yang mengedukasi masyarakat untuk berbudaya antre, mengurangi penggunaan uang tunai, adaptif dengan teknologi, serta budaya menjaga kebersihan dan kesehatan,” ujarnya, Sabtu (27/3/2021).
Adit menilai MRT sudah mulai mampu menarik minat masyarakat kelas menengah dan menengah atas untuk mulai beralih dari kendaraan pribadi kendati baru sebagian kecil, terutama karena faktor keamanan, kenyamanan, dan ketepatan waktunya yang sudah dapat diandalkan.
Dari sisi fasilitas, Dia juga berpandangan MRT sudah cukup ramah disabilitas dan tergolong lebih baik dalam hal penyediaan aksesibilitas untuk penyandang disabilitas dibandingkan moda transportasi perkotaan lainnya.
Menurutnya, selama tahun pertama beroperasi, tingkat okupansi MRT Jakarta juga cukup positif walaupun tentu hal ini tidak lepas dari euforia masyarakat yang menjadikannya sebagai salah satu 'destinasi wisata' Ibu Kota. Dari sisi pergerakan perekonomian, meski masih terbatas pada kawasan tertentu seperti Blok M, kehadiran MRT mampu menghidupkan kembali kawasan perekonomian dan pusat perbelanjaan.
Baca Juga
Namun tingkat okupansi yang riil baru teruji setelah tren penumpang dengan mobilitas reguler dan produktif sudah terbentuk. Kondisi ini tercermin dari pandemi yang terjadi pada tahun kedua operasional memberikan dampak yang sangat signifikan pada okupansi penumpang dan tentu berdampak pada bisnis dan keuangan PT MRT Jakarta.
“Tidak bisa dipungkiri bahwa karakteristik MRT sebagai murni angkutan urban dengan jaringan yang masih terbatas, segmen pengguna menengah ke atas yang memiliki keleluasaan menggunakan transportasi pribadi, dan dengan jalur operasional yang memiliki banyak pilihan moda alternatif, menjadikan pandemi ini sungguh berdampak pada minimnya okupansi MRT,” urainya.
Di sisi lain, pandemi juga menguji MRT atas daya adaptifnya dengan penerapan protokol kesehatan yang baik, sehingga mampu menjamin kenyamanan dan keamanan penggunanya dari sisi kesehatan dan pencegahan dampak pandemi.
Dia pun berharap apabila nantinya pandemi telah makin bisa teratasi ataupun mobilitas masyarakat sudah semakin meningkat serta pembatasan volume penumpang sudah makin diperlonggar, okupansi MRT kembali normal.