Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga pemeringkat Fitch yang mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat BBB (investment grade) dengan outlook stabil pada 19 Maret 2021.
Meski demikian, Fitch menyoroti tantangan yang dihadapi pemerintah RI saat ini. Tantangan ketersebut, yaitu ketergantungan terhadap sumber pembiayaan eksternal atau utang luar negeri (ULN) yang masih tinggi, penerimaan pemerintah yang rendah, serta perkembangan sisi struktural seperti indikator tata kelola dan PDB per kapita yang masih tertinggal dibandingkan negara lain dengan peringkat yang sama.
Dilansir dari situs indonesia.go.id, Kementerian Keuangan RI mengatakan komposisi utang pemerintah tetap dijaga dalam batas tertentu sebagai pengendalian risiko sekaligus menjaga keseimbangan makro ekonomi. Undang-Undang (UU) nomor 17 tahun 2003 mengatur batasan maksimal rasio utang pemerintah adalah 60 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan peran penting utang dalam menjaga keseimbangan APBN. Anggaran negara memang sering kali dibuat defisit agar ekonomi bisa tumbuh lebih tinggi.
"Namun, negara tak sembarangan dalam mengajukan utang. Selama tujuannya positif dan rasionya tak melebihi PDB, utang dianggap masih terkendali," katanya seperti dikutip dalam situs indonesia.go.id, Selasa (23/3/2021).
Berdasarkan data Bank Indonesia, posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir Januari 2021 tercatat sebesar US$420,7 miliar, yang terdiri dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar US$213,6 miliar dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar US$207,1 miliar.
Baca Juga
Dengan perkembangan tersebut, ULN Indonesia pada akhir Januari 2021 tumbuh sebesar 2,6 persen (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 3,4 persen (yoy). Perlambatan pertumbuhan ULN tersebut terjadi pada ULN Pemerintah dan ULN swasta.
Sri Mulyani membeberkan, hampir tak ada negara di dunia yang tidak mengandalkan utang. Tak terkecuali negara-negara maju.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan negara-negara maju juga menutup defisit anggarannya dengan utang, baik utang domestik maupun yang ditarik dari luar negeri.
"Kalau kalian lihat film Korea [Selatan], kayaknya negaranya lebih kaya dari kita, kira-kira kekurangan uang enggak ya untuk belanja? Ya kekurangan banget, ya utang juga," ucap Sri Mulyani.
Selain Korea Selatan, Menkeu juga mengungkapkan negara maju seperti Uni Eropa atau Uni Emirat Arab juga memiliki utang luar negeri yang tinggi.
Dia pun mencontohkan masifnya pembangunan gedung pencakar langit, khususnya di jantung Uni Emirat Arab atau Dubai.
"Kalau kalian lihat Uni Emirat, kalau ke Dubai kayaknya negaranya luar biasa, kotanya semua gedung pencakar langit. Kemudian Eropa, Prancis, Inggris, Spanyol, Italia. Kira-kira negara itu punya utang enggak? Pasti punya utang," kata Sri Mulyani.