Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) bersama Komisi II DPR RI sepakat menunda pelaksanaan sertifikat tanah elektronik.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan Komisi II DPR dan Kementerian ATR/BPN sepakat menunda pemberlakuan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1/2021 tentang Sertifikat Elektronik.
"Komisi II dan Menteri ATR/BPN sepakat menunda pemberlakuan sertifikasi elektronik dan segera melakukan evaluasi serta revisi terhadap ketentuan yang berpotensi menimbulkan permasalahan di masyarakat," ujarnya saat membacakan kesimpulan RDP Komisi II dengan Kementerian ATR/BPN secara virtual pada Selasa (23/3/2021)
Komisi II mendesak Kementerian ATR/BPN untuk melakukan evaluasi dan penyelesaian terhadap seluruh Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pengelolaan yang tumpang tindih terutama dengan hak rakyat atas tanah yang tidak sesuai dengan izin dan pemanfaatannya, yang tidak sesuai peruntukannya, serta yang telantar dan tidak bermanfaat bagi kepentingan bangsa dan negara.
Komisi II akan membentuk panitia kerja HGU, HGB, dan HPL, panitia kerja mafia pertanahan dan panitia kerja tata ruang dalam mendorong pencegahan, pemberantasan dan penyelesaian praktik mafia pertanahan, serta permasalahan penataan ruang di seluruh Indonesia.
Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Heru Sudjatmoko meminta Kementerian ATR/BPN menunda penerapan program sertifikat tanah elektronik.
Baca Juga
Pihaknya mendukung pemerintah menerapkan program sertifikat tanah elektronik. Namun, pemerintah diharapkan menyelesaikan masalah yang ada di dalam Peraturan Menteri ATR/BPN tentang Sertifikat Elektronik.
"Saya mohon dan menggarisbawahi program sertifikat elektronik ditunda dulu sampai clear, jangan sampai timbul kegaduhan dan merugikan kita semua," ucapnya.
Dia pun mengusulkan agar Komisi II DPR membentuk panitia kerja untuk mendalami program sertifikat tanah elektronik agar program tersebut tidak merugikan rakyat.
Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil menuturkan kebijakan sertifikasi tanah elektronik masih dalam tahap uji coba dan belum berlaku bagi masyarakat luas.
"Peraturan Menteri tentang Sertifikat Elektronik merupakan bagian dari uji coba. Peraturan diperlukan untuk diuji coba di Jakarta, Surabaya, dan beberapa kantor pertanahan lainnya," tuturnya.
Sasaran awal dalam uji coba sertifikat elektronik ini merupakan bangunan milik negara dan aset-aset perusahaan besar yang sertifikatnya dialihkan dari dokumen fisik menjadi dokumen elektronik.
Dalam tahap uji coba, Kementerian ATR terus mengevaluasi keamanan dokumen sertifikat elektronik dengan menggunakan standar internasional. "Untuk masyarakat luas belum [diberlakukan], atau sampai masyarakat yakin sertifikat elektronik mudah dan dapat diakses serta dapat dipertanggungjawabkan," tuturnya.
Sofyan menegaskan bahwa aspek keamanan dan keselamatan dokumen elektronik menjadi pertimbangan utama dari kebijakan sertifikat elektronik. Masyarakat perlu dibangun kepercayaannya terhadap keamanan dokumen elektronik.
Penggunaan dokumen elektronik juga tidak akan diikuti dengan penarikan sertifikat fisik. Sertifikat fisik yang sudah ada akan dicap oleh BPN yang menerangkan bahwa sertifikat tersebut sudah dialihmediakan menjadi sertifikat elektronik.
"Bila masyarakat ragu dengan sertifikat elektronik, BPN akan mengembalikan [sertifikat fisik] agar masyarakat yakin tidak ada perubahan," ujar Sofyan.