Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Kata Perhapi Soal Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat

Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) memandang bahwa langkah itu sebagai tindakan emergensi dari pemerintah yang bersifat sementara.
Ilustrasi: Articulated dump truck mengangkut material pada pengerukan lapisan atas di pertambangan nikel PT Vale Indonesia di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki
Ilustrasi: Articulated dump truck mengangkut material pada pengerukan lapisan atas di pertambangan nikel PT Vale Indonesia di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki

Ini Kata Perhapi Soal Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif baru saja menerbitkan Keputusan Menteri ESDM No. 46.K/MB.04/MEM.B/2021 tentang Pemberian Rekomendasi Penjualan ke Luar Negeri Mineral Logam pada Masa Pandemi Covid-19.

Melalui Kepmen tersebut, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi mineral logam yang sedang membangun smelter bisa diberikan rekomendasi persetujuan ekspor meskipun kemajuan fisik pembangunan smelternya tidak mencapai minimal 90 persen pada dua periode evaluasi sejak ditetapkannya Covid-19 sebagai bencana nonalam nasional.

Ketika menanggapi kebijakan tersebut, Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) memandang bahwa langkah itu sebagai tindakan emergensi dari pemerintah yang bersifat sementara.

Ketua Umum Perhapi Rizal Kasali menilai kebijakan tersebut dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan negara dan perusahaan tambang agar dapat mempertahankan kegiatan operasi dan produksinya selama masa pandemi.

"Yang boleh diekspor adalah produk tambang dalam bentuk konsentrat. Tanpa kebijakan ini, dikhawatirkan berpotensi banyak pekerja yang akan kehilangan lapangan pekerjaannya di masa sulit seperti sekarang," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (23/3/2021).

Dia tak memungkiri bahwa relaksasi rekomendasi ekspor yang diberikan dapat berdampak pada kemunduran capaian penghiliran mineral di dalam negeri.

Oleh karena itu, pemerintah dinilai tetap perlu melakukan evaluasi terhadap kemajuan pembangunan smelter seperti yang direncanakan.

"Kalaupun ada keterlambatan karena dampak Covid-19, selayaknya dapat dilakukan penyesuaian ulang atau revisi terhadap rencana penyelesaian smelternya," kata Rizal.

Adapun berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 25 Tahun 2018, pembangunan smelter menjadi salah satu syarat bagi perusahaan untuk mendapatkan rekomendasi ekspor mineral konsentrat. Progres pembangunan harus mencapai 90 persen dari rencana per enam bulan.

Jika tidak mencapai 90 persen dari target periode tersebut, rekomendasi ekspornya akan dicabut dan ada sanksi finansial berupa denda sebesar 20 persen dari nilai penjualan kumulatif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper