Ini Kata Perhapi Soal Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat
Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif baru saja menerbitkan Keputusan Menteri ESDM No. 46.K/MB.04/MEM.B/2021 tentang Pemberian Rekomendasi Penjualan ke Luar Negeri Mineral Logam pada Masa Pandemi Covid-19.
Melalui Kepmen tersebut, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi mineral logam yang sedang membangun smelter bisa diberikan rekomendasi persetujuan ekspor meskipun kemajuan fisik pembangunan smelternya tidak mencapai minimal 90 persen pada dua periode evaluasi sejak ditetapkannya Covid-19 sebagai bencana nonalam nasional.
Ketika menanggapi kebijakan tersebut, Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) memandang bahwa langkah itu sebagai tindakan emergensi dari pemerintah yang bersifat sementara.
Ketua Umum Perhapi Rizal Kasali menilai kebijakan tersebut dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan negara dan perusahaan tambang agar dapat mempertahankan kegiatan operasi dan produksinya selama masa pandemi.
"Yang boleh diekspor adalah produk tambang dalam bentuk konsentrat. Tanpa kebijakan ini, dikhawatirkan berpotensi banyak pekerja yang akan kehilangan lapangan pekerjaannya di masa sulit seperti sekarang," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (23/3/2021).
Dia tak memungkiri bahwa relaksasi rekomendasi ekspor yang diberikan dapat berdampak pada kemunduran capaian penghiliran mineral di dalam negeri.
Oleh karena itu, pemerintah dinilai tetap perlu melakukan evaluasi terhadap kemajuan pembangunan smelter seperti yang direncanakan.
"Kalaupun ada keterlambatan karena dampak Covid-19, selayaknya dapat dilakukan penyesuaian ulang atau revisi terhadap rencana penyelesaian smelternya," kata Rizal.
Adapun berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 25 Tahun 2018, pembangunan smelter menjadi salah satu syarat bagi perusahaan untuk mendapatkan rekomendasi ekspor mineral konsentrat. Progres pembangunan harus mencapai 90 persen dari rencana per enam bulan.
Jika tidak mencapai 90 persen dari target periode tersebut, rekomendasi ekspornya akan dicabut dan ada sanksi finansial berupa denda sebesar 20 persen dari nilai penjualan kumulatif.