Bisnis.com, JAKARTA - Sumber daya manusia (SDM) dan manajemen perusahaan bus pariwisata mendesak dibenahi agar kejadian kecelakaan lalu lintas fatal di Sumedang yang menimpa PO Sri Padma Kencana tidak terulang.
Djoko Setijowarno Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat mengatakan keselamatan merupakan investasi yang semestinya menjadi perhatian setiap pelaku bisnis angkutan pariwisata. Gencarnya promosi pengembangan pariwisata di Nusantara jangan sampai menjadikan angkutan pariwisata mengabaikan aspek keselamatan.
Menurutnya agar tidak terulang perlu dilakukan antisipasi mendadak dengan dinas perhubungan setempat dan polisi mendadak melakukan pemeriksaan sejumlah bus pariwisata di beberapa ruas jalan yang masuk ke daerahnya. Namun tentunya, hal seperti ini juga tidak akan menjadi efek jera bagi pengusaha bus pariwisata abal-abal.
“Itu karena hanya pengecekan dokumen tapi tidak ditindaklanjuti dengan temuan lainnya, seperti berapa jumlah armada bus yang dimiliki perusahaan, punyakah tempat penyimpanan kendaraan dan bengkel. Sepertinya, ini upaya yang sia-sia dan akan berulang lagi jika tidak diiringi pembenahan yang komprehensif,” ujarnya melalui siaran pers, Selasa (16/3/2021).
Dia berpendapat secara umum, faktor utama terbesar penyebab kecelakaan lalu lintas adalah manusia, sarana, prasarana dan lingkungan. Akan tetapi yang sering dibenahi bukan manusianya, baru sebatas aspek sarana, prasarana dan regulasi. Sistem Manajemen Keselamatan (SMK) adalah salah satu pembenahan yang terkait dengan faktor manusia.
Jika SMK berjalan dengan baik dan konsisten di semua perusahaan angkutan umum, sudah barang tentu akan turut mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas. Sekarang sudah mulai dilakukan pembenahan SMK tersebut yang targetnya selesai pada 2025.
Baca Juga
Pengawasan bus pariwisata di jalan dan di lokasi wisata juga dapat jadi bumerang, karena risikonya harus menyediakan bus pengganti. Akhirnya, operasional bus pariwisata sama sekali tidak terawasi.
Termasuk kemajuan atau progres untuk perolehan perijinan membuka usaha bus pariwisata resmi, karena harus penyesuaian terlebih dulu dokumen perusahaan dan kendaraan yang cukup menyita waktu dan biaya.
Dampak di lapangan, bus pariwisata beroperasi dengan kondisi seadanya. Sangat minim atau tanpa pengawasan baik dari petugas Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub dengan keterbatasan anggaran, maupun petugas dinas perhubungan di daerah selain anggaran juga merasa bukan kewenangannya.
Djoko menekankan Ditjen Hubdat harus memeriksa dan menindak perusahaaan angkutan pariwisata abal-abal. Jika perusahaan hanya memiliki satu armada bus, tentunya akan memaksimalkan keuntungan dengan satu bus itu. Bahkan, mengabaikan prinsip-prinsip keselamatan.