Bisnis.com, JAKARTA — Pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) disebut-sebut akan masuk ke dalam Grand Strategi Energi Nasional yang tengah disusun oleh pemerintah.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Panas Bumi Ditjen Eenergi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (BTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Harris yang mewakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam sebuah webinar, Selasa (16/3/2021).
"Nuklir ke depan kami sebenarnya sudah memasukkan di dalam Grand Strategi Energi. Pemerintah sedang susun GSEN [Grand Strategi Energi Nasional] yang nanti akan jadi bagian yang dipertimbangkan dalam melakukan penyempurnaan RUEN [Rencana Umum Energi Nasional]. Nuklir sudah masuk setidaknya-tidaknya sampai rentang waktu 2035," ujar Harris.
Namun, pengembangan PLTN dalam strategi besar tersebut masih dalam skala kecil, sekitar 100—200 megawatt (MW).
Menurut Harris, pengembangan PLTN nantinya kemungkinan akan memanfaatkan pulau tak berpenghuni dan berada di jarak aman dari masyarakat. Langkah ini merupakan upaya pemerintah untuk memperkenalkan energi nuklir sebagai salah satu energi potensial yang bisa dikembangkan di Indonesia.
Dia menuturkan bahwa pengembangan energi nuklir saat ini memang masih terkendala oleh kurangnya pemahaman masyarakat terhadap manfaat PLTN yang masih melihat bahwa PLTN berbahaya, padahal teknologi PLTN kini sudah semakin canggih dari sisi keamanan.
Saat ini, pengembangan PLTN masih dalam tahap penyiapan, termasuk penyempurnaan regulasi. Pemerintah juga telah mengidentifikasi lokasi-lokasi yang potensial untuk pengembangan nuklir.
Menurut Badan Tenaga Atom Internasional, kata Harris, untuk dapat membangun PLTN terdapat 19 aspek yang harus dipenuhi, sedangkan Indonesia telah memenuhi 16 aspek dari 19 aspek tersebut. Beberapa aspek yang belum dipenuhi, seperti keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dan komitmen nasional.
"Namun, secara pararel dengan itu [pengembangan nuklir] masih banyak juga sumber energi lain yang ada, misal, PLTS, panas bumi, hidro, itu masih banyak. Kalau nuklir ini bicaranya juga masih dalam jangka panjang, tapi kita harus mulai," kata Harris.