Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah terus menggodok rencana pembentukan holding panas bumi yang melibatkan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), PT PLN Gas & Geothermal, dan PT Geo Dipa Energi (Persero). Lalu muncul pertanyaan siapa yang berpotensi menjadi induk holding?
Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Heri Setiawan mengatakan bahwa hingga saat ini pemerintah masih mencari struktur holding yang tepat. Pembentukan holding tidak terlepas dari rencana PGE, sebagai pengembang panas bumi terbesar, untuk melantai di Bursa Efek Indonesia.
"Kami masih mempertimbangkan struktur yang kemarin. Memang pilihannya adalah kami mau unlock value dari PGE, terutama karena sebagai pengembang geotermal terbesar. Itu bisa mengoptimalkan value-nya kalau nanti dia go public," ujar Heri dalam sebuah webinar, Kamis (11/3/2021).
Namun, menurutnya, ke depan potensi lapangan-lapangan baru panas bumi yang ada akan semakin marginal. Artinya, tidak menguntungkan atau ekonomis bila dikembangkan untuk komersial.
Oleh karena itu, untuk mengembangkan lapangan-lapangan marginal tersebut masih diperlukan keberadaan BUMN untuk penugasan.
"Sementara untuk sifatnya PGE go public itu sifatnya sudah beda. Harus optimalkan shareholder value. Artinya, tidak ada lagi penugasan kalau sudah go public. Shareholder value yang diutamakan," katanya.
Dia menekankan bahwa hingga kini belum ada keputusan dan struktur holding masih terus digodok.
Sementara itu, Tenaga Ahli Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada Irene Handika menilai bahwa pemilihan induk holding panas bumi harus didasarkan pada penilaian objektif terhadap kapabilitas masing-masing perusahaan.
"Dan bagaimana holding bisa mendorong efisiensi. Efisiensi yang dibutuhkan bagaimana mengintegrasikan value chain. Ketika value chain bisa diintegrasikan sebenarnya yang dibutuhkan bagaimana solusi capai tarif jual beli listrik yang ideal," kata Irene.