Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta segera merombak dan menghentikan sebagian insentif perpajakan kepada pelaku usaha selama pandemi Covid-19. Efek manfaat yang minim jadi penyebabnya.
Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti mengatakan pemerintah selalu melakukan evaluasi terkait semua kebijakan yang dikeluarkan.
“Secara berkala kami melakukan analisis dampak pandemi Covid-19 dan juga bagaimana pemanfaatan insentif pajak,” katanya melalui pesan instan, Selasa (9/3/2021).
Meski tidak merinci hasil evaluasi tersebut, Frans menjelaskan bahwa analisa dan catatan berdasarkan kondisi di lapangan.
“Monev [monitoring dan evaluasi] dilakukan dengan metodologi pengumpulan dan analisis data berdasarkan survei dari PEN dan data administratif,” jelasnya.
Sebelumnya, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan berdasarkan riset yang dilakukan Blinder dan Zandi dari Brookings Institute, insentif pemangkasan pajak yang langsung menyentuh konsumsi rumah tangga jauh lebih memiliki dampak berganda daripada sektor lain
Baca Juga
Apalagi hal tersebut jika dibandingkan dengan stimulus berupa pemotongan pajak penghasilan (PPh) badan. Kenyataannya, yang dilakukan pemerintah sepanjang pandemi lebih mengalokasikan belanja pajak pada dunia usaha atau sisi pasokan.
“Apakah penurunan tarif PPh badan sejauh ini efektif? Tampaknya juga tidak. Justru menggerus rasio pajak,” katanya saat dihubungi, Minggu (7/3/2021).
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pandemi membuat perekonomian turun sehingga berdampak pada menurunnya pendapatan masyarakat. Untuk itu, insentif perpajakan diberikan pemerintah untuk mengurangi beban.
“Insentif perpajakan telah digunakan oleh sekitar 464.316 wajib pajak (WP) pada 2020,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara melalui diskusi virtual, Selasa (2/3/2021).
Dengan total WP yang telah memanfaatkan, stimulus yang diberikan pemerintah sebanyak Rp43,43 triliun.