Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tengah mempersiapkan detail teknis dan keamanan berlapis agar sertifikat tanah elektronik dapat segera diimplementasikan kepada masyarakat.
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surya Tjandra mengatakan persiapan teknis itu berupa data dokumen elektronik, validasi data pertanahan, hingga dasar hukum yang mengatur kepemilikan hingga alur pembuktian dan penyelesaian sengketa.
“Sertifikat tanah elektronik saat ini belum berlaku, kita akan berusaha terapkan secara bertahap di Jakarta dan Surabaya,” ujarnya melalui keterangan tertulis pada Selasa (9/3/2021).
Menurutnya, digitalisasi adalah keniscayaan, semua akan mengalami itu cepat atau lambat. Bahkan banyak negara di dunia seperti Filipina, Jepang, dan negara-negara di Eropa Timur yang sudah menerapkan sistem elektronik untuk sertifikat tanah.
Tak hanya perihal teknis, Kementerian ATR/BPN juga mempersiapkan dari sisi keamanan yang tinggi dengan diawasi oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Kementerian ATR/BPN juga menerapkan ISO:27001 2013 yaitu untuk sistem manajemen keamanan informasi yang memastikan segala proses yang dilakukan sesuai analisa resiko dan mitigasi berdasarkan international best practice.
Baca Juga
Sertifikat tanah elektronik juga menggunakan dua yakni otentifikasi dan tanda tangan elektronik yang menggunakan certificate authority oleh Badan Sertifikasi Elektronik (BSRE).
Selanjutnya adalah data digital ATR/BPN digunakan dalam model terenkripsi dan dicadangkan secara teratur di dalam data center.
Surya menilai apabila sertifikat tanah elektronik ini sudah berjalan sepenuhnya maka mafia tanah akan susah bergerak. Pasalnya, selama ini mafia tanah bisa beroperasi karena tidak ada kepastian hukum yang jelas di tanah itu.
Terlebih pemerintah ingin ada percepatan legalisasi aset tanah dengan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) se-Indonesia dan tengah berjalan proses sertifikat tanah elektronik. “Jika sertifikat tanah elektronik efektif berjalan, ada kode identitas yang menjelaskan detail pemilikan hak tanah,” tutur Surya.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward O. S Hiariej menuturkan sertifikat pada hakikatnya adalah tanda bukti kepemilikan. Dalam konteks sertifikat elektronik ini, bisa disebut kepemilikan juga dan diakui.
Hal ini sesuai dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 5 yang berbunyi bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. “Dari sisi hukum, persoalan bukti kepemilikan ini tak ada soal.”
Menurutnya, apabila tanah terdaftar secara online di sistem, akan lebih mudah ditemukan data tanahnya dibandingkan dengan data manual, terlebih dengan keamanan data yang berlapis. “Ini bisa mengurangi kecenderungan sertifikat tanah ganda, bahkan menghindari mafia tanah,” ucap Edward.