Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peritel Bakal Tahan Diri Tambah Pasokan untuk Ramadan Idulfitri

Dalam situasi pandemi belum tertangani secara optimal, aktivitas perekonomian diperkirakan sulit kembali ke level normal dalam waktu yang singkat.
Suasana sepi terlihat di salah satu pusat perbelanjaan atau mal saat libur Natal dan Tahun Baru di Depok, Jawa Barat, Minggu (27/12). Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menyampaikan bahwa sesuai prediksi, pada akhir tahun ini tidak ada kenaikan signifikan pengunjung mal. Penyebabnya karena adanya pembatasan aturan dari pemerintah dan daya beli masyarakat yang melemah. /Bisnis-Himawan L Nugraha
Suasana sepi terlihat di salah satu pusat perbelanjaan atau mal saat libur Natal dan Tahun Baru di Depok, Jawa Barat, Minggu (27/12). Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menyampaikan bahwa sesuai prediksi, pada akhir tahun ini tidak ada kenaikan signifikan pengunjung mal. Penyebabnya karena adanya pembatasan aturan dari pemerintah dan daya beli masyarakat yang melemah. /Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha ritel diperkirakan tidak akan banyak menambah pasokan barang untuk Ramadan dan Idulfitri meski kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat yang saat ini diterapkan lebih akomodatif terhadap aktivitas bisnis.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet berpendapat pelaku usaha bakal lebih banyak melihat perkembangan situasi sebelum mengeksekusi strategi yang disiapkan. 

Jika mengacu pada data tingkat pengeluaran konsumsi dari berbagai kelas  yang dirilis Bank Indonesia, dia menyebutkan terjadi perlambatan pertumbuhan. 

“Saya kira pelaku usaha akan wait and see. PPKM mikro memang lebih akomodatif terhadap aktivitas ekonomi, tetapi dari sisi permintaan masyarakat masih dinamis,” kata Yusuf saat dihubungi, Selasa (9/3/2021).

Yusuf mengatakan proporsi pengeluaran konsumsi kelompok Rp1–2 juta pada Februari terkontraksi 0,7 persen dibandingkan dengan Januari 2021. Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan dengan Desember 2020 ke Januari 2021 yang naik 4,3 persen.

Perlambatan ini juga terjadi pada proporsi pengeluaran kelompok lainnya, seperti kelompok Rp3,1–4 juta yang melambat dari 5,7 persen untuk Desember ke Januari menjadi -2,0 persen pada Januari ke Februari. 

“Perubahan ini menunjukkan adanya perubahan konsumsi untuk beberapa bulan ke depan. Hal ini juga dikonfirmasi oleh PMI yang melambat meski masih di level ekspansi,” lanjutnya.

Yusuf mengatakan indikator-indikator ini sejalan dengan bertambahnya kasus Covid-19 yang berimbas pada pemulihan ekonomi yang lebih lambat. Hal tersebut lantas berdampak pada tingkat pendapatan berbagai kelompok masyarakat yang secara langsung berpengaruh pula ke kondisi penjualan.

“Dengan indikator ini, belum terlihat ada kebutuhan mendesak untuk menambah pasokan barang. Artinya dari manufaktur sampai ke ritel kemungkinan tidak banyak meningkatkan pasokan,” kata Yusuf.

Dalam situasi pandemi belum tertangani secara optimal, Yusuf menggarisbawahi aktivitas perekonomian masih akan sulit kembali ke level normal sekalipun pelonggaran mobilitas telah diberlakukan. 

Dia memperkirakan setidaknya butuh 4-5 bulan sampai indeks keyakinan konsumen (IKK) berada di atas 90 sebagaimana terjadi pada tahun lalu. IKK tercatat mulai turun drastis pada April 2020 di angka 84,8 dan baru mencapai 92 pada November 2020.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper