Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebut akan mengikuti jejak Portugal dan India yang mampu mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya dengan harga yang murah.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan bahwa kementerian terus berupaya mengatasi mahalnya investasi untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang penggunaannya berkelanjutan. Pasalnya, pemakaian PLTS hanya mampu bertahan selama 5 jam—6 jam per hari. Apabila melebihi itu, biaya investasinya akan lebih besar.
Namun, Arifin optismistis pengembangan PLTS akan semakin murah ke depannya seiring dengan berkembangnya teknologi. Menurutnya, hal itu mengacu pada negara-negara lain yang telah memproduksi listrik dari PLTS dengan biaya murah.
"Sekarang ini sebagaimana diketahui, dulu solar panel juga mahal, tapi sekarang jadi murah, dulu masih belasan sen [dolar AS] sekarang hanya US$0,05 ke bawah, malah India men-declare bisa produksi US$0,02 cent, Portugal US$0,014 cent, ini suatu terobosan yang kita ikuti," katanya dalam Future Energy Tech and Innovation Forum 2021, Senin (8/3/2021).
Arifin mengatakan bahwa untuk mengatasi tingginya biaya investasi dalam penggunaan baterai pada PLTS, pemerintah tengah mengkaji alternatif lain untuk bisa memproduksi listrik dari sumber energi baru dan terbarukan (EBT) yang berkelanjutan.
Dia menjelaskan bahwa salah satu caranya adalah memasang PLTS di waduk-waduk. Nantinya pemakaian PLTS itu akan dikombinasikan dengan penggunaan pembangkit listrik tenaga air (PLTA), sehingga listrik yang dihasilkan bisa berkelanjutan lebih dari 6 jam.
Menurut Arifin, Indonesia memiliki potensi sebesar 20.000 megawatt (MW) listrik untuk setiap 5 persen waduk yang digunakan untuk dibangun PLTS. Sementara itu, potensi dari PLTS terdapat sebesar 2.000 MW.
"Cuma lokasi waduk ini jauh. Nah, ini tantangan bagaimana bisa dimanfaatkan, yang penting harus ada respons demand-nya supaya kita bisa menghasilkan skala ekonomis, ini langkah yang sedang kita petakan," tuturnya.