Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IGJ: Pemerintah Harus Konsisten Hadapi Liberalisasi Pasar Digital

IGJ menilai pemerintah harus konsisten dalam menghadapi liberalisasi pasar digital agar Indonesia tidak menjadi ‘medan perang’ kompetisi produk asing.
Pandemi Covid/19 berhasil mempercepat transformasi bisnis serta aktivitas jual beli dari tradisional menjadi daring atau online lewat prinsip digitalisasi. / Antara
Pandemi Covid/19 berhasil mempercepat transformasi bisnis serta aktivitas jual beli dari tradisional menjadi daring atau online lewat prinsip digitalisasi. / Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia for Global Justice (IGJ) menilai pernyataan Presiden Jokowi soal antiproduk luar negeri akan berpeluang menciptakan moral hazzard.

Peneliti Senior IGJ Olisias Gultom mengatakan pernyataan ini sepertinya dimaksudkan agar tercipta konsumen loyal terhadap produk dalam negeri, tetapi sayangnya hal itu dibangun atas dasar kebencian pada produk asing.

Menurutnya, pernyataan itu sangat kontras dengan sikap dan kebijakan Pemerintah selama ini yang telah menandatangani 20 perjanjian dagang melalui mekanisme free trade agreement maupun comprehensive economic partnership agreement, 9 di antaranya telah diimplementasikan, 11 telah ditandatangani dan dalam proses implementasi. Sementara 13 perjanjian lagi negosiasinya sedang berlangsung.

"Keterbukaan pasar melalui perjanjian dagang ini masih ditambah lagi dengan keterbukaan pada platform digital. Perusahaan besar dunia seperti Google maupun Alibaba serta investor digital platform lainnya mendapatkan ruang yang leluasa dengan perlindungan yang rendah terhadap pelaku usaha dalam negeri, khususnya UMKM. Platform digital membuka masuknya produk-produk asing yang menekan produk lokal yang semakin sulit bersaing," ucapnya, Sabtu (6/3/2021).

Selain itu, tuturnya, kebijakan pemerintah mendorong keras Omnibus Law memberikan ruang yang sangat luas bagi investasi asing, mendorong para pekerja Indonesia menjadi pekerja online yang belum terlindungi atau pelaku UMKM yang cenderung dibiarkan bersaing dengan barang asing yang dibebaskan masuk, apalagi melalui e-commerce yang menebus sampai ke desa-desa terdalam di Indonesia.

Di sisi lain, menurut Olisias, predatory pricing terjadi pada situasi kompetisi yang tinggi dan pelaku memiliki kekuatan modal yang yang besar atau kemampuan produksi yang tinggi. Kekuatan modal membuat permainan harga bisa dilakukan dalam jangka waktu tertentu dalam upaya menguasai pasar yang nantinya akan mengontrol harga. Kemampuan produksi yang tinggi pada sisi lain juga membuat harga produksi menjadi lebih rendah sehingga permainan harga juga bisa dilakukan untuk tujuan yang sama

"Liberalisasi pasar membuka peluang ini terjadi, Indonesia menjadi ‘medan perang’ kompetisi produk sebagai salah satu dampak dan konsekuensi penandatanganan berbagai FTA," terangnya.

Lebih lanjut dia menilai persoalan lain yang perlu menjadi sorotan adalah proses penentuan harga barang-barang impor di Indonesia. Pembelian terbesar berbagai barang adalah belanja negara, sehingga banyak sekali barang impor harus melakukan penyesuaian harga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper