Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah sektor industri di Tanah Air masih kesulitan membidik pemulihan usai setahun dihantam pandemi Covid-19.
Meski sinyal perbaikan mulai terlihat sejak kuartal IV/2020, pelaku usaha memperkirakan butuh waktu lebih lama untuk kembali ke level sebelum pandemi.
Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Azis Pane mengemukakan tekanan terberat bagi industri ban terjadi pada 4 bulan pertama pandemi.
Dia menjelaskan proses pengapalan untuk ekspor sulit dilaksanakan akibat kebijakan karantina yang diterapkan di berbagai negara. Hal ini diperburuk dengan turunnya permintaan industri otomotif seiring dengan melemahnya permintaan.
“Ekspor saat 4 bulan pertama hancur-hancuran karena tidak ada kapal dan permintaan turun. Pabrik di dalam negeri kapasitasnya pun anjlok menjadi hanya 30 sampai 40 persen,” kata Azis saat dihubungi, Rabu (3/3/3021).
Meski permintaan produk ban tercatat belum pulih, Azis menyebutkan permintaan untuk karet alam cenderung membaik. Hal ini setidaknya tecermin dari permintaan dari India dan China yang mulai naik. Dia memperkirakan industri manufaktur di negara-negara tersebut mulai bersiap berproduksi dan mengantisipasi kenaikan permintaan.
Baca Juga
Permintaan yang membaik dari kedua negara ini di sisi lain belum diimbangi dengan pasokan karet alam yang stabil. Penyakit gugur daun karet yang menyerang kebun karet di negara-negara produsen mengakibatkan pasokan menjadi ketat dan mengerek harga komoditas tersebut.
“Ketika 2 negara ini siap-siap produksi, di Indonesia belum berani karena uncertainty-nya tinggi. Kami perkirakan mungkin Maret 2022 baru bisa kembali normal,” kata Azis.
Eskpor produk karet RI pada 2020 tercatat mencapai US$5,62 miliar atau turun 6,74 persen dibandingkan dengan capaian 2019 sebesar US$6,03 miliar. Azis menyebutkan kapasitas produksi pabrik kini mulai beranjak naik ke level 60 persen, tetapi belum stabil dan masih dibayangi aksi perumahan pekerja.
Tak jauh berbeda, industri tekstil pun merasakan pemulihan yang cukup lambat. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja menjelaskan perbaikan utilisasi terjadi usai pemerintah mengawasi dengan ketat tata niaga produk tersebut di pasar dalam negeri.
“Untuk kuartal keempat utilisasi 70 persen, lebih baik dari pada sebelum pandemi. Namun sempat terganjal kebijakan PPKM ketat pada awal 2021,” kata Jemmy.
Industri tekstil di Tanah Air merasakan tekanan paling berat pada kuartal kedua ketika utilisasi hanya tersisa di level 30 persen. Utilisasi perlahan naik menjadi 50 persen di kuartal ketiga meski kinerja masih turun 19,8 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“Untuk ekspor pun bukan perkara mudah karena banyak negara yang mengutamakan pasar dalam negerinya dan cenderung protektif,” kata dia.
Industri tekstil dan produk tekstil menjadi salah satu sektor dengan kinerja penurunan ekspor terbesar. Data Kementerian Perdagangan menunjukkan ekspor produk TPT turun 18,74 persen dari US$4,47 miliar menjadi US$3,64 miliar pada 2020.