Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira menilai pendataan penduduk miskin seharusnya terpusat di Badan Pusat Statistik (BPS) saja.
Menurutnya, pendataan penduduk miskin terpusat dapat membantu memperbaiki sistem data penerima bantuan sosial (bansos) yang semrawut. Seperti diketahui, permasalahan data bansos itu kerap mewarnai perjalanan satu tahun pandemi Covid-19 di Indonesia.
Tersebarnya sumber data penduduk miskin di berbagai kementerian dan lembaga, tidak hanya membuat penyaluran bansos kurang efektif. Survei yang dilakukan setiap kementerian dan lembaga penyalur bantuan juga dapat menyebabkan anggaran membengkak.
“Kan bisa alokasi anggaran survei yang tersebar digunakan oleh BPS, agar kualitas data penerima bantuan lebih baik. Jangan ada ego sektoral karena beda kepentingan kemudian data BPS tidak dipakai,” jelas Bhima, Selasa (2/3/2021).
Masalah penyaluran bansos tidak hanya disebabkan oleh sumber data yang tidak terpusat. Bantuan sosial yang tersebar di berbagai tingkat administrasi juga berkontribusi pada kacaunya penyaluran bantuan selama pandemi.
Misalnya, Kementerian Sosial memiliki bantuan sosial berupa Program Keluarga Harapan (PKH) berupa bantuan tunai. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyalurkan bantuan melalui Kartu Prakerja. Sedangkan, penduduk miskin juga mendapatkan bansos sembako di level pemerintahan daerah.
Baca Juga
“Itu rumit sekali karena tumpang tindih. Padahal penerima yang disasar sama yakni penduduk miskin,” tambahnya.
Selain mengusulkan agar data terpusat di BPS, Bhima mengusulkan agar program bansos dikelola secara terpusat oleh Kementerian Sosial. Gunanya agar tidak muncul penerima bansos ganda atau fiktif di program yang berbeda.
“Nanti Kemensos diperkuat sistem dan SDM pengawas bansosnya,” tutupnya.