Bisnis.com, JAKARTA – Harga batu bara acuan tercatat mengalami penurunan sebesar US$3,3 per ton pada perdagangan Maret 2021 menjadi US$84,49 per ton akibat penurunan permintaan batu bara di China.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan lesunya konsumsi listrik di China berdampak pada minimnya permintaan batu bara ke negara tersebut.
"Setelah berakhirnya perayaan tahun baru Imlek dan menjelang berakhirnya musim dingin, konsumsi listrik di pusat-pusat bisnis Tiongkok mulai lesu," katanya seperti dikutip dalam keterangan resminya, Selasa (2/3/2021).
Agung menambahkan penurunan konsumi listrik dibarengi dengan kebijakan untuk meningkatkan produksi batubara domestik di negara - negara tujuan ekspor.
"Baik pemerintah Tiongkok dan India mendorong peningkatan produksi batu bara dalam negeri untuk mengimbangi kebijakan relaksasi impor batu bara kedua negara tersebut," sambungnya.
Penurunan HBA ini merupakan kali pertama dalam 5 bulan terakhir setelah mengalami kenaikan cukup signifikan akibat tekanan kuat akibat pandemi Covid-19, yaitu Oktober 2020 US$51 per ton, November 2020 US$55,71 per ton, Desember 2020 US$59,65 per ton, Januari US$75,84 per ton, dan Februari US$97,79 per ton.
Di samping faktor permintaan dan pasokan, perhitungan nilai HBA sendiri diperoleh dari rata-rata 4 indeks harga batu bara dunia, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya.
Sebagai informasi, nilai HBA bulan Maret ini akan dipergunakan pada penentuan harga batubara pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel).
"Setelah hampir setengah tahun mengalami reli, HBA terjadi koreksi," tandas Agung.