Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerapan Teknologi CCUS Ketenagalistrikan Masih Hadapi Tantangan

Investasi penerapan CCUS masih sangat mahal karena untuk membangun teknologi capture saja mencapai hampir setengah dari biaya pembangunan pembangkitnya.
Ilustrasi: Asap yang dikeluarkan dari proses pembangkitan./ilmupengetahuan.org
Ilustrasi: Asap yang dikeluarkan dari proses pembangkitan./ilmupengetahuan.org

Bisnis.com, JAKARTA — Pemanfaatan teknologi carbon capture, utilization, and storage (CCUS) dinilai perlu didorong implementasinya di sektor ketenagalistrikan. Hal ini bertujuan untuk mendukung upaya pemerintah mencapai target penurunan emisi karbon dioksida.

Ketua Masyarakat Kelistrikan Indonesia (MKI) Wiluyo Kusdwiharto mengatakan bahwa pengendalian peningkatan emisi karbon dioksida (CO2) akibat meningkatnya konsumsi energi fosil membutuhkan implementasi teknologi energi yang rendah karbon. Apalagi, Indonesia telah berkomitmen dalam Perjanjian Paris untuk mereduksi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030.

"Dengan mempertimbangkan banyaknya PLTU yang masih beroperasi tahun ini dan dalam tahun-tahun mendatang, yang secara ekonomi masih panjang operasinya dan berkontribusi dalam pengendalian BPP listrik nasional, maka perlu dipersiapkan rencana pemanfaatan CCUS yang efektif untuk sektor ketenagalistrikan," ujar Wiluyo dalam sebuah webinar, Kamis (25/2/2021).

Dia menuturkan bahwa pembangkit fosil, terutama pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), ke depannya harus terus didorong secara optimal untuk menerapkan teknologi yang green and clean. Namun, implementasi CCUS pada sektor ketenagalistrikan dirasa masih cukup menantang.

Executive Vice President of Electricity System Planning PT PLN (Persero) Edwin Nugraha Putra mengungkapkan bahwa PLN dan World Bank telah melakukan studi implementasi CCUS pada dua PLTU, yakni sebuah pembangkit di Jawa Barat berkapasitas 2 x 1.000 MW dan di Sumatra Selatan berkapasitas 600 MW. Kedua pembangkit tersebut masing-masing memproduksi emisi CO2 sebesar 12,1 juta ton dan 4,1 juta ton per tahun.

"Hasil studi untuk pembangkit di Jabar jika tanpa CCUS produksi emisinya 12,1 juta ton, kalau menggunakan CCUS dengan skenario capture-nya 90 persen itu akan tinggal 1,2 juta ton, yang 10,9 akan di-capture, kemudian akan ditranportasi dan di-storage, sedangkan yang di Sumatra tanpa CCUS 4,1 akan jadi 0,4 yang dilepas ke atmosfer, yang 3,7 akan ditangkap," katanya.

Namun, dia menuturkan bahwa masih terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi perseroan untuk mengimplementasikan CCUS. Salah satunya adalah berkurangnya kapasitas pembangkit akibat implementasi CCUS. Misalnya, untuk pembangkit di Jawa Barat 2 x 1.000 MW bila menggunakan skenario capture 90 persen, kapasitas pembangkit akan berkurang menjadi 1.449 MW.

Turunnya kapasitas pembangkit tersebut tentunya akan bermasalah terhadap pembangkit listrik milik swasta. "Mereka pasti tidak mau kapasitasnya turun dan tentu PLN harus tetap membayar net dari kemampuan pembangkit tersebut. Ini jadi masalah di PLN sendiri," katanya.

Di sisi lain, investasi penerapan CCUS ini juga masih sangat mahal. Edwin mengungkapkan bahwa untuk membangun teknologi capture saja mencapai hampir setengah dari biaya pembangunan pembangkitnya. Selain itu, levelized cost of electricity (LCOE) juga diperkirakan naik dua kali lipat.

Meski demikian, kata Edwin, PLN siap jika memang nantinya pemerintah mendorong penerapan CCUS, asalkan tantangan-tantangan yang dihadapi perseroan tersebut bisa dicarikan solusinya.

Untuk saat ini, perseroan tengah mengupayakan implementasi co-firing biomassa pada PLTU yang telah beroperasi sebagai upaya untuk pengoperasian pembangkit yang lebih ramah lingkungan.

"Sebagian batu bara di PLTU diganti biomassa sehingga yang dibakar bukan murni batu bara. Ketika bakar biomassa itu juga dianggap EBT," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper