Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indef Beberkan Alasan Tesla Pilih India daripada Indonesia. Salah Satunya Soal Pajak

Iklim pajak dan tenaga kerja jadi alasan besar Tesla pilih India daripada Indonesia.
Elon Musk, pendiri SpaceX dan chief executive officer Tesla Inc., saat tiba di acara penghargaan Axel Springer di Berlin, Jerman, belum lama ini/Bloomberg
Elon Musk, pendiri SpaceX dan chief executive officer Tesla Inc., saat tiba di acara penghargaan Axel Springer di Berlin, Jerman, belum lama ini/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Preferensi pabrikan kendaraan listrik Tesla yang lebih memilih India untuk lokasi pembangunan pabriknya dari pada Indonesia, harus menjadi pelajaran sangat berharga bagi pemerintah.

Pasalnya, ekosistem investasi nasional yang dinilai kurang friendly, masih menjadi momok bagi investor global untuk menanamkan modalnya di Tanah Air.

Direktur Eksekutif Indef Ahmad Tauhid mengatakan, biaya investasi yang akan dikeluarkan Tesla di India jauh lebih murah, menjadi alasan mengapa Indonesia gagal terpilih.

“Terkait biaya investasi, ada dua hal mengapa Tesla akhirnya lebih memilih India. Pertama soal pajak, di Indonesia meskipun ada keringanan pajak kendaraan listrik, namun buat Tesla iklim pajak di India jauh lebih baik dibandingkan Indonesia,” ungkapnya, seperti dikutip, Rabu (24/2).

Menurutnya iklim pajak tidak sekedar soal tarif, melainkan soal kemudahan, serta birokrasi yang lebih cepat dan mudah.

Adapun alasan Tesla yang kedua, adalah soal tenaga kerja. Industri kendaraan listrik di India telah jauh lebih berkembang dibandingkan di Indonesia. Alhasil tenaga kerja di India memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan di Indonesia yang baru memulai pengembangan industri kendaraan listrik.

“Kalau soal SDM memang butuh waktu panjang pengembangannya, makanya pemerintah mesti menciptakan iklim yang mendukung investasi. Pajak lebih murah misalnya, karena ini bukan cuma jadi kendala Tesla namun juga sejumlah perusahaan asal Jepang kerap kali mengeluhkan,” sambungnya.

Hal senada diungkapkan Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet. Menurutnya, selain Tesla, masih banyak rencana investasi asing yang berminat masuk ke Indonesia, namun masih ragu dan memiliki banyak pertimbangan, salah satunya mengenai perpajakan.

Menurutnya, memang betul Indonesia sudah memiliki tax holiday, tetapi tidak banyak yang memanfaatkannya dengan berbagai faktor.

Salah satunya karena insentif pajak tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan investor. Karena investor yang berkomitmen untuk berinvestasi datang dari berbagai jenis industri sehingga tidak bisa dipukul rata.

Itulah sebabnya, kata Yusuf, pemerintah perlu mempertimbangkan pemberian insentif berdasarkan kebutuhan industri yang akan dibidik investor.

"Tentu ini membutuhkan usaha lebih besar untuk menghitung kebutuhan insentif tiap sektor dan berapa lama imbal hasil masing-masing sektor. Ini saja yang harus dilakukan dalam rangka menarik investasi untuk mendorong masing-masing industri," tegasnya, Rabu (24/2).

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani juga memaparkan iklim usaha dan investasi merupakan poin terpenting guna menarik investor masuk ke Indonesia.

Insentif maupun stimulus, menurutnya bisa diberikan secara berkelanjutan, atau setelah pelaku usaha mengucurkan modalnya di Indonesia.

“Karena sebelumnya masih banyak investor yang mengeluhkan kesulitan memperoleh insentif pasca investasi, karena berbagai hal mulai dari masalah administrasi dan koordinasi antar lembaga pemerintah," ujarnya.

Makanya, lanjut dia, yang terpenting adalah reformasi struktural yang berkelanjutan untuk memastikan iklim usaha dan investasi nasional terus menarik buat investor.

"Keputusan investasi kerap didominasi adanya kepastian hukum dan insentif yang ditawarkan suatu negara, disamping pertimbangan peluang pasar. Contoh kasus Tesla harus menjadi momentum pemerintah melakukan pembenahan," ujarnya.

Menurutnya, melalui regulasi yang tepat dan insentif yang sesuai dengan kebutuhan investasinya, maka resiko bagi investor dapat ditekan dan pemerintah memiliki kesempatan lebih besar menempatkan Indonesia sebagai destinasi utama investasi.

Pada akhirnya pemerintah juga yang akan mendapatkan keuntungan jangka panjang dari berkembangnya industri tersebut di Indonesia, menurut Shinta.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper