Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

NAC Bantah Terlibat Suap Bombardier, Pengadaan Pesawat Tetap Cacat Hukum

Kasus hukum tersebut berkaitan dengan dugaan suap kontrak penjualan pesawat perusahaan Bombardier kepada emiten berkode saham GIAA tersebut pada 2011.
Teknisi beraktivitas di dekat pesawat Boeing 737 Max 8 milik Garuda Indonesia, di Garuda Maintenance Facility AeroAsia, bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (13/3/2019)./Reuters-Willy Kurniawan
Teknisi beraktivitas di dekat pesawat Boeing 737 Max 8 milik Garuda Indonesia, di Garuda Maintenance Facility AeroAsia, bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (13/3/2019)./Reuters-Willy Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA – Bantahan perusahaan penyewaan pesawat asal Kanada Nordic Aviation Capital (NAC) atas keterlibatannya dalam kasus suap pengadaan Bombardier CRJ-100 dengan petinggi PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) tak lantas membuat pengadaan pesawat itu bersih dari catatan hukum.

Pemerhati penerbangan yang juga anggota ombudsman Alvin Lie mengatakan terlepas dari bantahan pihak NAC atas keterlibatan dalam skandal suap tersebut, pengadaan dari pesawat tersebut sejak awal sudah terbukti melibatkan tindak pidana korupsi dan suap.

“NAC membantah nggak terlibat suap tetapi dari seleksi dan sebagainya sudah cacat hukum. Jadi akan lebih dipertimbangkan kalau dari NAC memberikan bantuan kepada Garuda secara pada dasarnya pesawat ini nggak pernah menguntungkan. Rugi sejak pertama kali operasi,” ujarnya, Selasa (16/2/2021).

Menurutnya akan lebih baik kalau NAC setuju untuk bernegosiasi lebih lanjut dan membantu agar operasi maskapai pelat merah tersebut tidak merugi.

Sebab, pada dasarnya keputusan utama GIAA dalam mengembalikan sebanyak 12 unit pesawat kepada lessor tersebut adalah karena kerugian operasi yang dialami bahkan jauh sejak sebelum pandemi Covid-19.

Sebelumnya, Direktur NAC Eavan Gannon menegaskan bukan menjadi pihak yang termasuk dalam investigasi pemilihan pesawat oleh PT Garuda pada 2012 dan tidak ada dugaan kesalahan pihak NAC terkait dengan penempatan pesawat tersebut.

“Untuk menghindari keraguan, NAC bukan merupakan pihak dalam investigasi pemilihan pesawat oleh Garuda pada tahun 2012 dan tidak ada dugaan kesalahan pihak NAC terkait dengan penempatan pesawat tersebut,” ujarnya melalui siaran pers.

Dia menjelaskan maskapai pelat merah tersebut memutuskan untuk membeli langsung 6 pesawat CRJ-1000 dari Bombardier yang semuanya dioperasikan oleh Garuda sejak 2012.

Pesawat ini dipilih oleh Garuda sebelum ada perjanjian dengan NAC. Selanjutnya Garuda memilih NAC untuk menyediakan 12 pesawat CRJ-1000 lagi berdasarkan perjanjian sewa yang berakhir pada 2027.

Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Erick Thohir menegaskan tidak mau dilecehkan dengan rencana pengembalian 12 unit pesawat Bombardier CRJ-1000 kepada NAC. Terlebih, tekan Erick, pengadaan pesawat tersebut ada kasus hukumnya dan kedua karena keadaan force majeure pandemi Covid-19. 

Tak hanya mempersoalkan efektivitas, kasus hukum yang saat ini membelit Bombardier juga menjadi alasan pengembalian tersebut.

Kasus hukum tersebut berkaitan dengan dugaan suap kontrak penjualan pesawat perusahaan Bombardier kepada emiten berkode saham GIAA tersebut pada 2011. Penyelidikan sudah dilakukan oleh lembaga pemberantasan korupsi Inggris yakni Serious Fraud Office (SFO) sejak November 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper