Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan bahwa aliansi buruh tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait dengan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.
“Tidak mungkin buruh yang menolak UU Cipta Kerja, kemudian secara bersamaan juga terlibat di dalam pembahasan RPP,” katanya melalui pesan instan kepada wartawan, Sabtu (30/1/2021).
Said menjelaskan bahwa hal lainnya yang melatari serikat buruh tidak mau terlibat dalam pembahasan RPP, karena saat ini aliansi aliansi buruh sedang melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenakerjaan.
Baca Juga : UU Cipta Kerja Bawa Angin Segar Sektor Properti |
---|
Dengan demikian, apabila MK mengabulkan tuntutan serikat buruh, maka pembahasan RPP mengenai perjanjian kerja waktu tertentu, alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat, serta PHK akan menjadi sia-sia.
“Patut diduga, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) dan menteri terkait lainnya sedang melakukan pekerjaan yang sia-sia dan tidak menghormati proses hukum yang sedang berlangsung,” jelasnya.
Apalagi, dalam RPP tersebut terdapat pertentangan yang tajam dari isi undang-undang. Misalnya RPP yang mengatur terkait pesangon. Satu pasalnya mengatur pemberi kerja bisa membayarkan pesangon lebih rendah dari UU Cipta Kerja apabila perusahaan merugi.
Di dalam UU Cipta Kerja yang mengatur tentang pasal pesangon, norma hukum pesangon yang diberikan kepada buruh harus sesuai dengan ketentuan. Bahasa di dalam norma hukum ini berarti, nilai pesangon yang diberikan kepada buruh yang kena PHK dengan alasan apapun tidak boleh kurang dari nilai UU Cipta Kerja tersebut.
“Tetapi RPP yang disiapkan oleh Menaker dan kementerian terkait justru melanggar sendiri norma hukum yang ada di dalam UU Cipta Kerja, karena mengatur pemberian pesangon yang lebih rendah,” ujar Said Iqbal. “Kalau begitu, buat siapa dan bertujuan apa RPP ini dibuat?”
Dengan demikian, tambah Said, sangat jelas RPP mengenai perjanjian kerja waktu tertentu, alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat, serta PHK merugikan buruh. Ditambah isi UU Cipta Kerja yang merugikan buruh juga sedang digugat di MK.
“KSPI meminta meminta Menaker tidak membuat kebijakan yang blunder dan merugikan buruh. Buruh Indonesia tetap akan melanjutkan aksi lapangan dan aksi virtual, guna meminta Mahkamah Konstitusi mencabut atau membatalkan UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan,” ucapnya.