Bisnis.com, JAKARTA – Besarnya jumlah dosis vaksin yang diperlukan untuk mencapai herd immunity hingga 70 persen menuntut pemerintah untuk lebih gesit dan tangkas dalam melakukan negosiasi dengan penyedia vaksin Covid-19 selain Sinovac.
Disuntikkannya vaksin Covid-19 merek CoronaVac buatan Sinovac kepada Presiden Joko Widodo pun menjadi gong dimulainya langkah pemerintah dalam menjalankan program vaksinasi dan melakukan negosiasi untuk mendatangkan vaksin dari berbagai penyedia lain secara simultan.
Ketangkasan pemerintah dalam melakukan negosiasi demi ketercukupan jumlah dosis vaksin Covid-19 untuk mencapai tingkat herd immunity tersebut dinilai merupakan sebuah pertaruhan bagi program vaksinasi yakni cepat atau terlambat.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Profesor Amin Soebandrio mengatakan ketersediaan vaksin Covid-19 di Tanah Air tidak mungkin bisa tercukupi oleh satu vendor sehingga dengan berbagai cara pemerintah harus mendapatkan dari penyedia lain.
"Kalau tidak ada jaminan pasokan dari penyedia lain, maka ada kemungkinan program vaksinasi gelombang pertama dan kedua jaraknya akan mundur berbulan-bulan. Apabila jedanya cukup lama, kekhawatirannya adalah kekebalan dari vaksin yang disuntikkan pada gelombang pertama sudah menurun sehingga akan sulit untuk mencapai herd immunity hingga 70 persen," ujar Amin kepada kepada Bisnis.com, Rabu (13/1/2021).
Dia menambahkan, untuk vaksin Covid-19 merek Pfizer, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah bekerja sama dengan instansi sejenis di beberapa negara. Berdasarkan kerja sama tersebut, BPOM tidak perlu mengeluarkan izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) untuk penggunaan Pfizer di Indonesia nantinya.
Baca Juga
Namun demikian, lanjutnya, masih terdapat kemungkinan Pfizer dan penyedia lain yang telah menerbitkan EUA belum dapat menjamin keamanan dan efikasi vaksin dalam penggunaan di luar uji klinis.
Adapun, tingkat efikasi diperoleh dari hasil uji klinis yang dilaksanakan dalam kondisi ideal. Sementara itu, vaksin yang disuntikkan ke masyarakat tidak dalam kondisi ideal sepertihalnya proses uji klinis. Terdapat berbagai perbedaan situasi di tempat-tempat vaksin disuntikkan.
"Misalnya, dalam [proses] distribusi suhunya tidak stabil. Jadi, efektivitas ini akan menggambarkan situasi yang sebenarnya dan angkanya akan lebih kecil dari efikasi," tambahnya.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, proses negosiasi antara pemerintah dan Pfizer pun ternyata berlangsung cukup alot. Sebagaimana diketahui, Pfizer meminta adanya perjanjian bebas dari tuntutan hukum jika terjadi masalah dengan vaksin yang disediakan.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi mengatakan terdapat 4 jenis vaksin yang masih dan diupayakan kedatangannya, antara lain CoronaVac dari Sinovac (140 juta dosis), Novavac (50 juta dosis), AstraZaneca (50 juta dosis), dan Pfizer (50 juta dosis).
Dari semua jenis vaksin, baru CoronaVac yang tiba di Tanah Air dengan jumlah 3 juta dalam bentuk jadi dan 15 juta dalam bentuk bahan baku. Sementara Novavac, ditargetkan tiba pada Juni 2021, serta Pfizer dan AstraZaneca diestimasikan datang pada April 2021. Selain itu, ada potensi 54-108 juta dosis vaksin gratis dari GAVI.