Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai sengaja mengerem belanja Pemulihan Ekonomi Nasional 2020 seiring dengan kondisi keuangan negara yang sulit.
Seperti diketahui, penerimaan negara baik pajak, PNBP dan sumber daya alam menurun drastis di tengah pandemi.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai serapan PEN pemerintah yang berada di bawah 90 persen, sebenarnya lebih disebabkan adanya indikasi menunda belanja. Hal ini harus dilakukan karena penerimaan negara yang turun.
"Alasannya sengaja dihemat, walau akhir-akhir ini, dikatakan uang sisa PEN akan ditambahkan ke 2021," ujar Bhima kepada Bisnis, Rabu (5/1/2021).
Dia mempertanyakan kondisi keuangan pemerintah. Pasalnya, dia menduga pemerintah kesulitan mencari pembiayaan.
Jika dipaksakan terserap semua, Bhima khawatir defisit anggaran justru membengkak dari sasaran awal. Kondisi ini akan membebani pemerintah ke depannya.
Baca Juga
"Penurunan penerimaan yang turun, implikasi ke defisit anggaran makin besar bahkan bisa melebihi target," kata Bhima.
Pemerintah melaporkan anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) hingga akhir 31 Desember 2020 hanya terealisasi Rp579,78 triliun atau 83,4 persen dari total pagu sebesar Rp695,2 triliun.
“Memasuki 2020 dihadapi kondisi luar biasa akibat munculnya Covid-19. Kita tahu mengelola tidak selalu dalam situasi mulus,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam webinar bertajuk Perempuan Berdaya Indonesia Maju: Refleksi Awal Tahun 2021 Quo Vadis Perempuan Indonesia di Jakarta, Senin (4/1/2021).
Realisasi Rp579,78 triliun meliputi bidang kesehatan Rp63,51 triliun dari pagu Rp99,5 triliun, perlindungan sosial Rp220,39 triliun dari pagu Rp230,21 triliun, serta sektoral K/L dan Pemda Rp66,59 triliun dari pagu Rp67,86 triliun.
Kemudian juga UMKM Rp112,44 triliun dari pagu Rp116,31 triliun, pembiayaan korporasi Rp60,73 triliun dari pagu Rp60,73 triliun, serta insentif usaha Rp56,12 triliun dari pagu Rp120,61 triliun.
Sementara itu, realisasi bidang kesehatan Rp63,51 triliun terdiri dari insentif nakes pusat dan daerah Rp9,55 triliun, belanja penanganan Covid-19 Rp42,52 triliun, gugus tugas Rp3,22 triliun, santunan kematian nakes Rp0,06 triliun, bantuan iuran JKN Rp4,11 triliun, serta insentif perpajakan Rp4,05 triliun.
Adapun, realisasi perlindungan sosial Rp220,39 triliun meliputi PKH Rp36,71 triliun, Kartu Sembako Rp41,84 triliun, BLT Dana Desa Rp22,78 triliun, bantuan beras PKH Rp5,26 triliun, bantuan tunai sembako nonPKH Rp4,5 triliun, serta diskon listrik Rp11,45 triliun.
Selanjutnya, bansos sembako Jabodetabek Rp7,1 triliun, Pra Kerja Rp19,98 triliun, BSU tenaga pendidik honorer Rp2,94 triliun di Kemendikbud dan Rp1,13 triliun di Kemenag, BST nonJabodetabek Rp32,84 triliun, bantuan subsidi gaji Rp29,81 triliun, serta subsidi kuota internet PJJ Rp3,82 triliun di Kemendikbud dan Rp0,24 triliun di Kemenag.
Dari catatan Kemenkeu, realisasi sektoral K/L dan Pemda Rp66,59 triliun meliputi program padat karya Rp21,02 triliun, DID Pemulihan Rp5 triliun, insentif perumahan Rp0,56 triliun, serta DAK Fisik Rp7,29 triliun.
Kemudian juga stimulus pariwisata Rp2,82 triliun, bantuan pesantren Rp2,61 triliun, pinjaman daerah Rp18,76 triliun, food estate dan lingkungan Rp5,98 triliun, serta program PEN K/L lainnya Rp2,56 triliun.
Realisasi insentif usaha tercatat sebesar Rp56,12 triliun, yang meliputi PPh 21 DTP Rp2,51 triliun, pembebasan PPh 22 Impor Rp13,56 triliun, pengurangan angsuran PPh 25 Rp20,56 triliun, dan pengembalian pendahuluan PPN Rp5,05 triliun.
Kemudian penurunan tarif PPh Badan Rp12,68 triliun, BM DTP Rp0,07 triliun, serta pembebasan ketentuan minimum dan abonomen listrik Rp1,69 triliun.
Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah akan terus memantau PEN hingga akhir tahun.
“Untuk yang tidak bisa selesai seperti pagu di bidang kesehatan Rp99,5 triliun, namun baru terbelanja 48 persen, kita akan cadangkan untuk vaksinasi 2021 sebagai prasarat pemulihan ekonomi,” katanya saat diskusi virtual, Selasa (22/12/2020).
Adapun, proyeksi alokasi anggaran untuk program PEN 2021 mencapai Rp403,9 triliun atau naik dari rencana sebelumnya Rp372,3 triliun.