Bisnis.com, JAKARTA — Inflasi pada akhir tahun 2020 berdasarkan perkiraan para ekonom dari konsensus Bloomberg rata-rata tercatat sebesar 1,63 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Tahun ini diharapkan lebih baik.
Ekonom Bank BCA David Sumual mengatakan bahwa dorongan kenaikan inflasi diakibatkan adanya mulai tumbuhnya permintaan barang dan jasa.
“Jadi, kita berharap vaksin selesai didistribusi akhir semester 1 sehingga inflasi bisa paling tidak 3 persen. Jadi, ada di batas tengah [3 persen plus minus 1 persen]. Kalau tahun lalu kan di batas bawah,” katanya saat dihubungi, Minggu (3/1/2020).
David menjelaskan bahwa naiknya inflasi pada 2021 diharapkan tidak terlalu signifikan. Alasannya pada 2020 saat aktivitas terbatas akibat Covid-19, banyak perusahaan membatasi produksi.
“Misalnya produsen makanan dan daging mengurangi kapasitas karena permintaan turun. Nah, untuk adjusment-nya perlu waktu juga,” jelasnya.
David menuturkan bahwa saat vaksin Covid-19 membuat keyakinan masyarakat untuk berbelanja kembali muncul juga mobilitas penduduk menguat, pemerintah diharapkan bisa menjaga agar tidak membuat inflasi melonjak.
“Karena ada permintaan yang tertahan sebelumnya. Selama ini orang tidak bisa spend, tapi menahan uangnya. Nah, ketika mobilitas kembali baik, itu harus diimbangi dengan supply barangnya terutama bahan makanannya,” ucapnya.