Bisnis.com, JAKARTA – Inflasi pada akhir 2020 berdasarkan perkiraan para ekonom dari konsensus Bloomberg rata-rata tercatat sebesar 1,63 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Estimasi teratas perkiraan inflasi adalah 1,80 persen dan terbawah 1,50 persen.
Ekonom Bank BCA David Sumual mengatakan bahwa inflasi akan berada di bawah target otoritas moneter yaitu 3 persen plus minus 1 persen dan juga pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), yaitu 3,1 persen.
“Nah, ini [inflasi Desember diperkirakan] akan di batas bawah. Kisarannya sekitar 1,6 persen sampai 1,7 persen,” katanya saat dihubungi, Minggu (3/1/2020).
David menjelaskan bahwa dilihat secara bulanan atau month to month (mom), inflasi Desember sekitar 0,4 persen. Prediksi ini akan lebih rendah dibandingkan dengan Desember 2019. Padahal, akhir tahun seharusnya inflasi tinggi.
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) karena pandemi Covid-19 dan pembatasan wisata mempengaruhi permintaan dan daya beli masyarakat.
“Ini akan lebih rendah dari bulan Desember sebelum-sebelumnya. Juga harga bahan pangan kecenderungannya stabil. Lalu kurs rupiah juga relatif stabil menguat,” jelas David.
VP Economist Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa inflasi sepanjang 2020 memang cenderung lebih rendah. Faktor utamanya adalah Covid-19.
Pandemi membuat permintaan melemah, daya beli masyarakat menengah ke bawah turun, dan kalangan menengah ke atas cenderung menahan melanja.
“Ini bahkan terendah sejak 2003. Pandemi membuat permintaan dan produksi menurun,” katanya saat dihubungi, Minggu (3/1/2020).
Josua menjelaskan bahwa pendorong yang membuat rendah akibat inflasi inti yang melambat. Di sisi lain harga bahan pokok yang ditetapkan pemerintah cukup rendah.
“Artinya kalau dilihat pada akhir 2020 ini akan berada di bawah asumsi makro APBN [anggaran pendapatan dan belanja negara] atau target Bank Indonesia yang berada di 3 persen plus minus 1 persen. Bahkan berada di bawah batas bawah,” jelasnya.