Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peta Jalan KLH Berlaku, Konsumsi Bahan Baku Daur Ulang Plastik Diramal Naik

Pemerintah harus memperhatikan ketersediaan bahan baku industri plastk daur ulang untuk merealisasikan peta jalan tersebut.
Pemulung mengangkat sampah yang bisa didaur ulang di TPA Antang Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (5 Januari 2016). / Antara Yusran Uccang
Pemulung mengangkat sampah yang bisa didaur ulang di TPA Antang Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (5 Januari 2016). / Antara Yusran Uccang

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Daur Ulang Plastik (Adupi) menyatakan konsumsi bahan baku plastik daur ulang akan meningkat hingga 2030 jika peta jalan Kementerian Lingkugnan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terlaksana. Walakin, pencapaian target tersebut masih akan sulit dilakukan. 

Seperti diketahui, KLHK menerbitkan Peraturan Menteri LHK No. 75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Dalam beleid tersebut, produsen diwajibkan untuk mengurangi volume sampah plastik setidaknya 30 persen dengan cara membatasi timbunan sampah, mendaur ulang, dan pemanfaatan kembali. 

"Jadi, seharusnya ini akan menciptakan permintaan konsumsi daur ulang pada 2021. [Tahun depan] orang-orang mungkin sudah mulai ancang-ancang untuk menyiapkan desain produknya agar bisa beradaptasi dengan produk daur ulang," katanya kepada Bisnis, Minggu (27/12/2020). 

Christine menyatakan tidak semua kemasan plastik dapat meningkatkan konsumsi bahan baku daur ulang. Christine mencontohkan produk minyak goreng yang harus menggunakan kemasan fleksibel untuk menjaga kesegaran produk dalam waktu yang lama. 

Di samping itu, Christine menilai pemerintah harus memperhatikan ketersediaan bahan baku industri plastk daur ulang untuk merealisasikan peta jalan tersebut. Christine mencatat saat ini baru sekitar 30 persen sampah rumah tangga yang sampai ke tempat pemprosesan akhir, sedangkan selebihnya tercecer di sepanjang rantai logistik. 

"Ini akan jadi tantangan  yang sangat berat bagi ketersediaan bahan baku daur ulang [plastik nasional]," katanya. 

Di sisi lain, Christine menyayangkan pelaksanaan peta jalan tersebut tidak mengikat. Alhasil, peta jalan tersebut tidak dapat memberikan sanksi pada pabrikan yang tidak menjalankan.

"Tapi, itu bukan mandatory. Itu masih keinginan dan kalau itu diharuskan mandatory akan sulit karena tidak semua barang-barang packaging bisa diproduksi menggunakan bahan daur ulang," katanya.

Selain itu, ujar Christine, sampah plastik yang saat ini mendominasi tempat pemrosesan akhir (TPA) adalah plastik multilayer yang notabenenya tidak bisa didaur ulang oleh pabrikan daur ulang eksisting. Sementara itu, selanjutnya, bahan baku yang saat ini paling menarik didaur ulang adalah plastik kaku seperti botol polyethylene terephthalate (PET).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan KLHK pada 2019, total botol PET yang diproduksi di dalam negeri hanya mencapai sekitar 100.000 ton. Adapun, Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) mendata memproduksi kemasan plastik mendominasi penggunaan bahan baku plastik hingga 2,25 juta ton per tahun.

Adapun, Federasi Kemasan Indonesia mencatat kemasan plastik kaku hanya berkontribusi sekitar 15 persen, sedangkan plastik fleksibel atau plastik multilayer mendominasi hingga 45 persen.

Dengan kata lain, plastik yang menarik untuk didaur ulang oleh pabrikan hanya sekitar 338.100 ton per tahun dari total produksi plastik nasional sekitar 5,6 juta ton per tahun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper