Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelanggaran Terpusat di Timur, BPOM Ubah Pengawasan Jadi Penindakan

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan intensifikasi pengawasan dalam menyambut liburan natal dan tahun baru (Nataru) 2020. Adapun, fokus titik pelanggaran tahun ini berada di wilayah timur.
Ilustrasi pusat perbelanjaan. Pelanggaran yang mendominasi pada tahun ini adalah produk kedaluwarsa. /Bisnis.com
Ilustrasi pusat perbelanjaan. Pelanggaran yang mendominasi pada tahun ini adalah produk kedaluwarsa. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan intensifikasi pengawasan dalam menyambut liburan natal dan tahun baru (Nataru) 2020. Adapun, fokus titik pelanggaran tahun ini berada di wilayah timur.

Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan pihaknya banyak menemukan pangan olahan kadaluarsa di wilayah timur. Adapun, wilayah yang dimaksud Penny adalah Kabupaten Bau Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan beberapa pulau di sekitar Sulawesi.

"[Selain produk kadaluarsa], banyak ditemukan produk-produk penyelundupan di perbatasan. Kelihatannya operasi [pengawasan] dilanjutkan dengan operasi penindakan" katanya dalam konferensi pers di Gedung BPOM, Rabu (23/12/2020).

Penny menyatakan pihaknya akan bekerja sama dengan aparat berwajib di tingkat lokal. Selain itu, BPOM menekankan kerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan untuk menertibkan peredaran pangan olahan di wilayah perbatasan.

Penny mengakui bahwa volume barang sitaan pada intensifikasi akhir 2020 terjadi penurunan. Hal tersebut disebabkan dibatasinya lingkup pengawasan menjadi hanya sampai tingkat distributor.

Tahun ini, BPOM memeriksa 2.687 sarana distribusi pangan dan menemukan 982 sarana distribusi yang tidak memenuhi ketentuan (TMK). Adapun, angka TMK tersebut lebih rendah dari realisasi tahun lalu yang mencapai 1.152 unti atau 43,24 persen dari total sarana yang diperiksa.

Selain itu, pelanggaran yang mendominasi pada tahun ini adalah produk kedaluwarsa, yakni mencapai 60.656 kemasan atau 63,07 persen dari total kemasan yang melanggar. Walaupun presentasi produk kedaluwarsa meningkat, namun jumlah kemasan yang disita berkurang 25,24 persen dari realisasi tahun lalu sebanyak 81.138 kemasan kadaluarsa.

Selain itu, nilai produk yang TMK pada tahun ini hanya mencapai Rp2,05 miliar atau turun sekitar 48,36 persen dari realisasi intensifikasi Nataru 2019 senilai Rp3,97 miliar . Penny menilai hal tersebut salah satunya disebabkan oleh perubahan inspeksi dari langsung di lapangan menjadi gabungan antara inspeksi langsung dan daring.

Penny menilai nilai produk TMK pada tahun ini dapat lebih besar. Pasalnya, produk kadaluarsa mendominasi kontribusi produk TMK dapat menimbulkan kerugian langsung terhadap konsumen.

"Kalau dikonsumsi pangan kadaluarsa dan sakit, itu bisa menyebabkan [kerugian] jiwa juga. [Selain itu,] pangan olahan dari impor ilegal sangat memberikan risiko dan dampak yang lebih luas lagi [dari kehilangan pemasukan negara]," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper