Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kebijakan instrumen fiskal adalah sebuah keniscayaan di tengah pandemi Covid-19. Itu tidak hanya terjadi di Indonesia tapi hampir seluruh dunia.
Indonesia mengalami pelebaran defisit disebabkan karena dua hal. Semuanya adalah pajak dan harga komoditas yang turun.
Ini membuat defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) semakin lebar. Dari 1,75 persen (Rp307,2 persen) menjadi 6,34 persen (Rp1.039,2 triliun).
“Sumbernya dari mana? Seolah-olah dari utang luar negeri saja. sebetulnya tidak,” katanya melalui diskusi virtual, Selasa (22/12/2020).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa sumber pembiayaan lebih besar dari dalam negeri. Karena yang dihadapi sangat luar biasa, maka pemerintah melakukan berbagai cara.
Pertama adalah burden sharing atau berbagi beban dengan Bank Indonesia (BI). Kementerian Keuangan bersama BI melakukan pengaturan pembelian surat utang dengan suku bunga 0 persen. Totalnya Rp395 triliun.
Lalu, tambah Sri, ada pendanaan untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah maupun korporasi dengan jumlah hampir Rp180 triliun. Ini juga melalui surat utang yang dibeli BI dengan suku bunga 1 persen.
“Sisanya baru kita melakukan pembiayaan melalui beberapa cara. Salah satunya adalah penerbitan surat utang negara di dalam negeri termasuk Rp80 triliun secara retail,” jelasnya.
Pemerintah lanjut Sri, juga mengeluarkan surat utang di dalam negeri. Pembelinya kebanyakan adalah perbankan Indonesia. Terakhir baru dikeluarkan surat utang dengan denominasi dolar, euro, atau yen.
“Jadi kalau dibilang bahwa surat utang luar negeri dominan, itu sama sekali tidak benar,” ucapnya.
Baca Juga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel