Bisnis.com, JAKARTA – Volume impor kertas daur ulang (KDU) sepanjang 2020 mengalami penurunan. Adapun, penurunan volume impor tersebut dinilai dapat berdampak pada sebagian besar produk manufaktur jika terus berlanjut tahun depan.
Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) mendata volume impor KDU sepanjang 2020 turun sekitar 5 persen secara tahunan menjadi 3 juta ton.
Adapun, KDU yang dicatat APKI berdasarkan empat pos tarif, yakni 4704.12.00 (skrap kertas karton kraft), 4707.20.00 (skrap kertas dari pulp kimia), 4707.30.00 (skrap kertas dari pulp mekanik), dan 4707.90.00 (skrap kertas tidak disortir).
"Penurunan impor salah satunya disebabkan oleh kebijakan teknis importasi KDU yang diperketat, salah satunya yakni persyaratan bukti eksportir terdaftar [BET]," kata Direktur Eksekuti APKI Liana Bratasida kepada Bisnis, Senin (21/12/2020).
Dari keempat pos tarif tersebut, penurunan terbesar terjadi pada impor skrap kertas tidak disortir atau turun sebesar 97 persen menjadi 14.361 ton. Tahun lalu, volume impor skrap kertas tidak disortir mencapai 511.578 ton.
Namun demikian, volume impor skrap kertas karton kraft naik 17 persen secara tahunan menjadi 2,6 juta ton. Selain itu, volume impor skrap kertas dari pulp mekanik naik 6 persen menjadi 360.766 ton.
Baca Juga
Adapun, pada kuartal IV/2020 volume impor KDU turun sebesar 10 persen menjadi 759.852 ton. Liana menyampaikan setiap pabrikan kertas telah memiliki strategi masing-masing dalam menghadapi penurunan volume impor KDU tersebut.
Liana menjelaskan persyaratan BET tersebut menjadi polemik lantaran sebagian kedutaan besar di negara asal impor belum bisa mengesahkan BET yang diperlukan. Pasalnya, pemerintah pusat masih menggodok prosedur standar pengesahan BET tersebut.
Alhasil, Liana menyampaikan importasi KDU sepanjang 2020 terhambat. Pada akhirnya, ketentuan BET harus ditunda menjadi dimulai per 1 Januari 2021 karena tidak bisa diimplementasikan saat ini.
"Harapannya ketersediaan bahan baku kertas tetap terjamin. [Pasalnya] jika terjadi kenaikan harga kertas coklat [KDU] yang digunakan sebagai kemasan, maka akan berdampak pula bagi industri terkait, seperti makanan dan minuman, elektronika, dan logistik," katanya.