Bisnis.com, JAKARTA - Keluarnya Inggris dari Uni Eropa kemugkinan akan mengurangi dominasi London sebagai pusat keuangan.
Menurut laporan TheCityUK, sebuah kelompok lobi di industri finansial, pada akhir 2019, ekspor keuangan Inggris ke Uni Eropa (UE) mencapai 34 persen dari total keseluruhan.
Amerika Serikat menyumbang 30 persen dan negara-negara Asia 16 persen. Tanpa kesepakatan di bidang jasa keuangan, bank-bank termasuk JPMorgan Chase & Co. dan Morgan Stanley akan memindahkan ratusan miliar dolar aset ke UE.
Jika UE terus menghalangi akses ke perusahaan London untuk perdagangan saham dan derivatif, lebih banyak bisnis akan segera pindah dan menghancurkan pusat keuangan Inggris.
"Tidak ada kejelasan tentang bagaimana masa depan akan terlihat, tetapi ada beberapa kepastian bahwa itu tidak akan terlihat sama seperti saat ini," kata Mairead McGuinness, komisaris Eropa untuk layanan keuangan, dilansir Bloomberg, Rabu (16/12/2020).
Namun demikian, laporan itu juga menggarisbawahi, London akan tetap menjadi pusat keuangan yang signifikan dan pilar penting bagi ekonomi Inggris.
Baca Juga
Inggris adalah pengekspor bersih jasa keuangan terbesar di dunia dengan surplus perdagangan US$77 miliar pada 2019 melebihi AS, Swiss, Singapura, dan negara-negara di seluruh Uni Eropa. Angka itu mencapai US$102 miliar ketika menyertakan penawaran terkait seperti layanan hukum dan akuntansi.
Laporan itu juga mengatakan sektor fintech Inggris memiliki pendapatan 6,6 miliar poundsterling (US$8,8 miliar) dan mempekerjakan 76.500 orang pada paruh pertama 2020.
"Metrik seperti ini adalah bukti keunggulan kompetitif global Inggris dalam layanan keuangan dan menggarisbawahi status industri sebagai aset nasional yang signifikan," kata Anjalika Bardalai, kepala ekonom dan kepala penelitian TheCityUK.