Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsumsi Listrik Indonesia Stagnan, Asean Turun Tipis

Pada laporan yang dipublikasikan, Senin (14/12/2020) tersebut menunjukkan penurunan tersebut termasuk signifikan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan konsumsi listrik tahunan sekitar 6% pada lima tahun sebelumnya. 
PLTS Likupang 21 MWp / Bisnis- Denis R. Meilanova
PLTS Likupang 21 MWp / Bisnis- Denis R. Meilanova

Bisnis.com, JAKARTA - Akibat dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian, kebutuhan listrik Indonesia diperkirakan akan stagnan pada tahun 2020 dibandingkan tahun 2019. Sementara, kebutuhan listrik Asean diproyeksikan bakal turun tipis.

Hal tersebut, diungkapkan Badan Energi Internasional (Internasional Energy Agency/IEA) pada laporan Pasar Listrik Desember 2020.

Pada laporan yang dipublikasikan, Senin (14/12/2020) tersebut menunjukkan penurunan tersebut termasuk signifikan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan konsumsi listrik tahunan sekitar 6% pada lima tahun sebelumnya. 

IEA mengungkapkan Indonesia diharapkan menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia pada tahun 2040. Batubara mendominasi bauran listrik Indonesia, memasok sekitar 60% listriknya pada tahun 2019, dengan gas alam dan minyak bersama-sama menyumbang sekitar seperempat pasokan, dengan pasokan sisanya dari energi terbarukan yang kebanyakan hidro dan panas bumi. 

Kebijakan pemerintah Indonesia saat ini, lanjut IEA, bertujuan untuk meningkatkan peran energi terbarukan dalam bauran listrik, meningkatkan pangsa pasokan energi primer mereka dari 9,15% pada 2019 menjadi 23% pada 2025 dan 31% pada 2050.

Aturan keputusan presiden baru diharapkan akan memperkenalkan feed-in-tariff untuk proyek yang lebih kecil dari 10 megawatt (MW), sedangkan proyek yang lebih besar dari 10 MW akan diberikan melalui lelang.

Menurut IEA, beleid tersebut dimaksudkan untuk mendorong lebih banyak investasi terbarukan baik dari investor domestik maupun asing agar Indonesia dapat mencapainya target energi terbarukan.

Perusahaan listrik milik negara, PLN, berencana untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukannya dari sekitar 8 GW pada Februari 2020 menjadi sekitar 24 GW pada tahun 2028. Selain kapasitas terbarukan PLN, produsen listrik mandiri juga dapat berinvestasi dalam pembangkit listrik terbarukan.

Di tingkat nasional, energi terbarukan sebanyak 10,7 gigawatt (GW) sudah terpasang. Hidro dan panas bumi menyumbang 57% dan 21% dari kapasitas pembangkitan ini, diikuti oleh biofuel (18%) dan solar PV (3%).

Salah satu pengembangan baru yang inovatif adalah proyek PLTS terapung Cirata 145 MW. Ini adalah hibrida dari photovoltaic (PV) surya dan tenaga air terapung. Panel surya akan dipasang di reservoir pembangkit listrik tenaga air Cirata, dan pengontrol pintar akan dipasang sehingga pembangkit listrik tenaga air dapat membantu menyeimbangkan intermittency pembangkitan dari sel PV, yang sangat bervariasi di musim hujan.

PLTS itu menjadi proyek PV surya terbesar yang akan dibangun hingga saat ini, proyek ini merupakan tonggak sejarah bagi Indonesia, dengan memanfaatkan solusi inovatif dan teknologi hibrida untuk memastikan integrasi variabel energi terbarukan yang aman dan terjangkau.

Adapun, menurut IEA, sebagai negara kepulauan, Indonesia belum mencapai 100% elektrifikasi, terutama disebabkan sulitnya melistriki pulau-pulau terpencil. Yang dialiri listrik hingga saat ini bergantung pada unit pembangkit diesel, meskipun PLN sedang melaksanakan rencana untuk mengubah 152 unit tersebut menjadi menggunakan gas alam.

Untuk sistem yang lebih kecil, jaringan mikro dan energi terbarukan skala kecil mungkin relevan, karena mungkin tidak ekonomis untuk menghubungkan wilayah ini ke seluruh Indonesia.

 

PERMINTAAN LISTRIK ASEAN

Asia Tenggara, dalam hal permintaan listrik, merupakan salah satu kawasan dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Didorong oleh pertumbuhan kepemilikan peralatan rumah tangga dan AC, serta peningkatan konsumsi barang dan jasa, permintaan tumbuh rata-rata lebih dari 6% setiap tahun selama 20 tahun terakhir.

Dari sepuluh negara di kawasan ini, empat terbesar berdasarkan konsumsi listrik, Indonesia (26%), Vietnam (22%), Thailand (19%) dan Malaysia (15%), merupakan lebih dari 80% dari total permintaan di kawasan ini.

Laporan tersebut menunjukkan dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 di negara-negara Asean terlihat dari berkurangnya permintaan listrik yang diperkirakan turun sekitar 1% tahun ini.

Untuk setahun penuh, permintaan Indonesia diperkirakan akan stagnan, setelah turun hampir 11% di bulan Mei. Permintaan Vietnam dalam sepuluh bulan pertama tahun ini dilaporkan 3,2% di atas periode yang sama tahun 2019 - setelah pertumbuhan rata-rata sekitar 10% dalam sepuluh tahun terakhir.

Dibandingkan dengan masing-masing periode pada 2019, permintaan Thailand turun 3,7% dalam delapan bulan pertama, sementara Malaysia turun 5% dalam sepuluh bulan pertama.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lukas Hendra TM
Editor : Lukas Hendra TM
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper