Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk menstimulasi perekonomian di tengah pandemi Covid-19. Defisit diperlebar menjadi 6,34 persen atau Rp1.039 triliun demi menjaga konsumsi masyarakat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa ini menjadi tantangan bagi keuangan negara. Akan tetapi, APBN tidak bisa terus menerus menjadi andalan di tengah tekanan.
“Kita harus jaga agar sehat. Salah satu yang penting untuk mengembalikan kesehatan keuangan negara adalah dengan penerimaaan pajak,” katanya melalui sambutan virtual, Selasa (8/12/2020).
Akan tetapi itu tidak mudah. Kementerian Keuangan Mencatat realisasi penerimaan pungutan negara hingga Oktober 2020 sebesar Rp826,9 triliun atau minus 18,8 persen.
Sri menjelaskan bahwa turunnya pajak bisa dilihat dari ekonomi nasional yang mengalami kontraksi. Pada triwulan II/2020 minus 5,34 persen dan kuartal III/2020 membaik meski juga kontraksi, yaitu minus 3,49 persen.
Pembalikan ekonomi bisa menjadi pemulihan yang harus dijaga dan diperkuat. Akan tetapi hal tersebut bisa berjalan seiring dengan mengumpulkan penerimaan negara. Di sisi lain, pajak adalah kontributor terbesar.
Baca Juga
Dalam menjaring pajak tambah Sri, pemerintah harus memperbaiki dari sisi administrasi. Indonesia memiliki tax gap yang sangat besar. Artinya, pungutan potensial tidak bisa diperbaiki. Ini karena kebijakan dan tata kelola yang masih belum baik.
“Oleh karena itu, reformasi perpajakan menjadi sangat-sangat penting karena seluruh kebutuhan untuk membangun fondasi ekonomi Indonesia seharusnya dari penerimaan negara sendiri yaitu dari pajak,” jelasnya.