Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia masih menggantungkan sebagian besar pasokan liquefied petroleum gas dari luar negeri. Bermacam-macam strategi terus dirakit pemerintah untuk menekan impor.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto menjelaskan bahwa Indonesia masih memiliki ketergantungan dari negara lain untuk komoditas liquefied petroleum gas (LPG).
Dia menjelaskan bahwa untuk LPG, rasio ketergantungan Indonesia untuk impor LPG makin eningkat setiap tahun. Pada tahun ini, rasio ketergantungan mencapai 300 persen. Di sisi lain, produksi dalam negeri terus merosot.
Dia memproyeksikan impor LPG bisa mencapai 10,01 juta ton pada 2024 dari impor tahun ini 6,84 juta ton.
"Impor BBM dan LPG terus meningkat ini tanda krisis energi untuk dua komoditas ini. Cadangan dan sumber daya belum ditemukan signifikan, regulasi cadangan penyangga energi juga belum diteken presiden," katanya.
Pemanfaatan potensi dalam negeri terus dikembangkan guna menekan angka impor, mulai dari penggunaan kompor induksi hingga pengembangan jaringan gas kota.
Baca Juga
Baru-baru ini, PT PLN (Persero) meluncurkan Gerakan Konversi Satu Juta Kompor Elpiji ke kompor induksi.
Konversi dari kompor LPG ke kompor induksi diklaim akan menghemat anggaran subsidi LPG yang telah dianggarkan sebesar Rp50,60 triliun pada APBN 2020. Selain itu, konversi ini juga meningkatkan ketahanan energi nasional karena mengubah penggunaan energi berbasis impor menjadi energi berbasis lokal.
"Seperti kita ketahui, untuk LPG yang kita konsumsi sebagian besar masih impor, sedangkan listrik adalah energi berbasis lokal. Kami targetkan subsidi LPG dalam 5 tahun akan turun sekitar Rp4,80 triliun," ujar Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini.
Di samping itu, penggunaan kompor induksi diklaim lebih efisien. Hasil kajian teknis laboratorium Institut Teknologi PLN menunjukkan bahwa untuk memasak 1 liter air dengan menggunakan kompor induksi 1.200 watt, biayanya sebesar Rp158, sedangkan penggunaan kompor elpiji tabung 12 kg (api maksimal) sekitar Rp176.
"Kami sudah lakukan uji coba, penggunaan kompor induksi memang lebih efisien," jelasnya.
JARGAS RUMAH TANGGA
Sementara itu, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM Alimuddin Baso mengatakan bahwa penggunaan jaringan gas rumah tangga atau jargas dapat menghemat impor LPG sebesar 60.558 ton per tahun.
Pada tahun ini, Kementerian ESDM menggelontorkan anggaran untuk belanja infrastruktur dalam proyek pembangunan jargas di 23 kabupaten/kota senilai Rp1,42 triliun.
Di samping itu, pemerintah bakal terus mendorong skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) guna mengejar target pembangunan jargas kota sebanyak 4 juta sambungan rumah (SR) hingga 2024.
Alimuddin menjelaskan bahwa dengam skema KPBU itu, diharapkan badan usaha bisa berpartisipasi dalam akselesari target pembangunan jargas.
Dia mengungkapkan bahwa skema KPBU tersebut perlu didorong mengingat dari target pembangunan jargas pada 2020 yang sebelumnya sebanyak 266.070 SR direvisi menjadi 127.864 SR karena adanya pemangkasan anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19.
"Dengan situasi ini, tentu perlu dilakukan perubahan-perubahan untuk mencapai target 4 juta SR tahun 2024 antara lain melalui skema KPBU," jelasnya.
Lantas, dengan berbagai strategi yang diramu pemerintah, jurus mana yang paling ampuh untuk menekan impor LPG Indonesia?