Bisnis.com, JAKARTA – Kembali turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia 7 days (reserve) repo rate (BI-7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75 persen akan berdampak pada sektor properti hunian pada 3 bulan mendatang.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia dapat berdampak pada peningkatan penjualan properti hunian apabila disertai dengan penurunan bunga KPR (kredit pemilikan rumah) perbankan.
"Respons perbankan untuk penurunan bunga biasanya baru 3 bulan berikutnya. Jadi, pada awal tahun harusnya daya beli masyarakat akan tinggi untuk beli rumah, sehingga dampaknya baru terasa pada awal tahun depan," ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (24/11/2020).
Menurutnya, apabila suku bunga KPR turun, penjualan properti diyakini akan meningkat sejalan dengan naiknya daya beli masyarakat karena cicilan per bulan akan semakin rendah.
Dia melihat segmen yang terdampak paling besar dari penurunan bunga KPR nantinya yakni rumah dengan harga kurang dari Rp1,5 miliar.
"Kalau yang segmen di atas Rp1,5 miliar tidak terlalu sensitif dengan bunga KPR meskipun pasti akan meningkatkan minat. Yang sensitif bunga KPR untuk harga kurang dari Rp1,5 miliar," tuturnya.
Saat ini untuk properti segmen harga di atas Rp1,5 miliar masih terjadi peningkatan permintaan terlepas dari adanya tekanan ekonomi nasional pada masa pandemi Covid-19.
"Pasar yang besar segmen Rp500 juta hingga Rp1,5 miliar. Untuk properti dengan harga di bawah kisaran Rp300 juta justru tengah lesu permintaannya karena daya beli semakin tertekan," kata Ali.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida menuturkan penurunan suku bunga acuan tidak langsung berdampak ke sektor properti selama kebijakan tersebut belum mampu mengangkat kondisi ekonomi dalam negeri.
"Perbankan juga belum menurunkan suku bunga KPR karena masih mempertimbangkan dulu kondisi ekonomi," ucapnya.
Dia menilai saat ini diperlukan peran pemerintah dalam mendongkrak kembali roda perekonomian Indonesia yang tertekan selama masa pandemi Covid-19.
"Kami juga telah meminta pemerintah terkait dengan kebijakan penundaan pembayaran angsuran pokok atau bunga KPR dan sunset policy di sektor properti," kata Totok.
Commercial and Business Development Director AKR Land Alvin Andronicus berpendapat secara norma ekonomi, adanya penurunan BI-7DRR akan menjadi stimulan bagi setiap lini usaha, sehingga daya beli masyarakat akan terbantu juga karena biaya beban bunga pinjaman turun.
Di bidang properti, turunnya suku bunga acuan ini akan berefek pada bunga pinjaman atau modal kerja setiap developer dan juga bunga KPR bagi konsumen. "Namun, itu harus diikuti oleh pelaku industri perbankan yang wajib menurunkan suku bunga pinjaman kepada calon atau nasabahnya.”
Dia berharap dampak penurunan BI-7DRR menggairahkan penjualan properti pada kuartal IV/2020 dan bahkan berlanjut ke awal 2021 khususnya bagi end-user.
"Banyaknya uang sebagian masyarakat yang masih parkir di bank yang suku bunga deposito pun akan menjadi rendah, diharapkan untuk dikaryakan termasuk juga akan meningkatkan aktivitas ekonomi atau dibelikan properti yang secara umum menjanjikan keuntungan dikemudian hari," ucap Alvin.
Direktur PT Ciputra Development Tbk. Harun Hajadi menuturkan dampak penurunan BI-7DRR pekan lalu tidak langsung berdampak pada sektor properti, karena perbankan tidak langsung merespons dengan menurunkan bunga.
Selain itu, untuk meningkatkan minat pembelian properti diperlukan kemudahan pembayaran, keringanan besaran uang muka, dan lain sebagainya. "Dampak penurunan suku bunga ini bukan langsung sekarang pembelian meningkat, tetapi beberapa bulan kemudian.”
Namun, Harun mengatakan penurunan BI-7DRR ini mendorong sektor properti ini tumbuh. Namun demikian, menurutnya, suku bunga saat ini sudah cukup rendah. "Ketika diturunkan lagi, kami sambut baik karena akan menambah meningkatkan sektor properti."
Dia menilai apabila pandemi Covid-19 ini sudah lewat maka sektor properti akan meningkat. Pasalnya, sektor properti bukan suatu kebutuhan utama ketika pandemi terjadi.
"Masih banyak orang yang menahan uangnya ketika pandemi. Saat ini sudah banyak pembeli investor, pada April Mei kemarin, investor ini hilang, karena mereka enggak berpikir investasi properti. Sekarang sudah kembali investor beli properti karena mereka tahu harus bagaimana saat ini," tutur Harun.