Bisnis.com, JAKARTA – Evergrande Group, developer raksasa China, mengambil dua langkah baru untuk memulihkan kepercayaan pada kondisi finansialnya dengan mengamankan investasi senilai US$4,6 miliar (Rp65,27 triliun) dari perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan pemilikan negara.
Selain itu, terdapat 23 calon investor institusi terkemuka tengah mengantre untuk masuk dalam proses spin-off unit layanan properti mereka.
Perusahaan yang didukung oleh pemerintah kota di Guangdong, basis Evergrande, akan membeli ekuitas senilai 30 miliar yuan (US$6,1 miliar/Rp86,55 triliun) dari investor yang ada di Hengda Real Estate, unit yang memegang aset properti utama Evergrande di China, ungkap sumber Bloomberg yang meminta untuk tidak diidentifikasi karena informasinya tidak bersifat publik.
Dengan jumlah total dana yang bakal masuk mencapai Rp151,82 triliun, itu sudah sangat melebihi target yang semula ditetapkan sebesar Rp28,85 triliun.
Evergrande Group merupakan perusahaan pengembang kedua terbesar di China dari sisi revenue setelah Country Garden, menurut Fortune. Revenue Evergrande pada 2020 mencapai 477,56 miliar yuan, hanya kalah besar dari Country Garden yang 485,91 miliar yuan.
Evergrande juga mengumumkan bahwa investor institusi terkemuka telah setuju untuk membeli sekitar 7 persen saham di Evergrande Property Services Group Ltd. Investor tersebut termasuk Sense Time Group dan anak perusahaan China Gas Holdings Ltd.
Baca Juga
Unit tersebut mencari sekitar US$2 miliar dalam penawaran umum perdana Hong Kong yang akan membantu mengurangi utang Evergrande.
Kesepakatan itu akan meredakan masalah likuiditas jangka pendek di pengembang yang paling banyak berutang di dunia itu, meskipun kekhawatiran tentang kesehatan keuangan jangka panjang perusahaan masih ada.
Evergrande telah mengumpulkan uang melalui penjualan aset, promosi kilat untuk berbagai produk properti, dan berusaha untuk IPO unit kendaraan listriknya setelah kekhawatiran krisis kas awal tahun ini yang membuat nilai saham dan obligasi pengembang tersebut jatuh.
“Dukungan dari perusahaan terkait dengan negara menandai langkah penting dalam memulihkan kepercayaan pada likuiditas perusahaan," kata analis Bloomberg Intelligence Kristy Hung.
Dia menambahkan bahwa Evergrande mungkin masih memotong dividennya dan mencari spin-off dan penempatan ekuitas untuk memenuhi "tiga garis merah" China yakni aturan yang membatasi utang pengembang.