Bisnis.com, JAKARTA – Tren produksi minyak dan gas bumi Indonesia tercatat terus merosot sejak 2016. Kurangnya regulasi yang lebih ramah investor ditenggarai menjadi penyebab loyonya kegiatan hulu migas dalam negeri.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), sejak lima tahun terakhir produksi siap jual atau lifting tertinggi terjadi pada 2016 dengan realisasi sebesar 829 MBOPD. Sejak saat itu produksi terus merosot menjadi 804 MBOPD pada 2017, lalu 778 MBOPD pada 2018, dan 746 MBOPD pada 2019.
Penasihat Ahli SKK Migas Satya W. Yudha mengatakan bahwa penurunan produksi tersebut lebih disebabkan oleh penurunan produksi secara alami di sejumlah lapangan migas di Indonesia. Tetapi, faktor regulasi dapat mempengaruhi untuk nasib lapangan-lapangan itu nantinya.
"Produksi turun bukan karena UU tapi karena cadangan secara natural mengalami decline, yang kita harapkan ke depan ada suatu regulasi yang membuat declining bisa diantisipasi dengan adanya kemudahan-kemudahan," katanya dalam FGD yang digelar SKK Migas, Selasa (24/11/2020).
Adapun, untuk kembali meningkatkan kinerja produksi migas dalam negeri, sejumlah usulan pun diberikan kepada pemerintah. Satya mengatakan usulan pertama adalah merubah paradigma industri hulu migas bukan menjadi sebuah pendapatan bagi negara, melainkan menjadi agen pertumbuhan ekonomi.
Dari situ, pertumbuhan migas diharapkan bakal diikuti dengan pertumbuhan industri yang nantinya menjadi penyerap utama energi di dalam negeri.
Baca Juga
"Semoga pertumbuhan gas diikuti pertumbuhan industri yang akhirnya mereka sebagai pembayar pajak yang setia, apabila itu bisa dijalankan maka skenario paradigma perubahan bisa berdampak positif," ungkapnya.
Dia menambahkan usulan lainnya adalah memperbaiki iklim investasi dan percepatan eksplorasi migas nasional guna meningkatkan angka reserves replacement ratio (RRR).
Perbaikan iklim investasi, kata Satya, memiliki korelasi dengan pembenahan regulasi yang mendukung kegiatan hulu migas dalam negeri.
"Hingga saat ini masih belum ada. Namun demikian kita tidak surut ke belakang berharap industri migas tetap mengharapkan pemerintah dan DPR untuk merevisi UU Migas," ungkapnya.