Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lindungi Pasar Domestik, Kemenperin Singgung Kementerian Lain

Kementerian Perindustrian menilai semangat perlindungan pasar dalam negeri perlu dimiliki oleh kementerian lain.
Foto aerial pelabuhan peti kemas Koja di Jakarta. (25/12/2019). Bisnis/Himawan L Nugraha
Foto aerial pelabuhan peti kemas Koja di Jakarta. (25/12/2019). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan akan mendorong perlindungan pasar dalam negeri hingga 2023. Namun demikian, Kemenperin menilai semangat perlindungan pasar tersebut perlu dimiliki oleh kementerian lain. 

Direktur Industri Bahan Galian Non Logam Kemenperin Adi Rochmanto mengatakan  pihaknya akan mendorong adanya perlindungan pasar dalam negeri hingga 2023. Adapun, perlindungan tersebut dinilai perlu untuk meningkatkan serapan bahan baku, investasi, dan utilisasi pabrikan.

"Tools [perlundungan pasar domestik] itu hampir semuanya tidak berada dalam kewenangan Kemenperin, ada di Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan. Oleh sebab itu, kami sedang berkoordinasi [untuk menjalankan] poin kelima instruksi Presiden [Joko Widodo] ketika jilid kedua, yaitu mengoptimalkan penggunaan [hasil] produksi dalam negeri," ucapnya kepada Bisnis, Minggu (22/11/2020). 

Adi menilai perlindungan pasar dalam negeri diperlukan mengingat semua negara di dunia melakukan hal yang sama. "Masa kita terlampau jadi anak baik."

Adi berujar pihaknya akan menuntut sektor manufaktur nasional untuk meningkatkan performanya selama masa perlindungan tersebut. Pasalnya, Adi menilai perlindungan dalam negeri merupakan pisau bermata dua. 

"Kebijakan ini bukan kebijakan bagus agar [industri nasional] berdaya saing dan kompetitif. Dia akan manja kalau terlampau panjang. Kmai hanya minta sampai 2023," katanya. 

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan pihaknya akna mengajukan peerpanjangan safeguard dan bea masuk yang dikenakan akan dinaikkan menjadi 75 persen. Edy menilai kenaian bea masuk tersebut tidak eksesif jika melihat rata-rata penambahan bea masuk di Organisasi Dagang Dunia (WTO).

"Negara di Eropa dan Negara-negara Teluk, Juli tahun ini sudah menerapkan [pennambahan bea masuk] anti-dumping [produk keramik ]terhadap produk China dan India. Sudah diestujui WTO. Rata-rata [penambahan bea masuk] 50-100 persen," katanya kepada Bisnis, Minggu (22/11/2020).

Edy mencatat rata-rata bea masuk tambahan yang diterpakan negara tersebut pada keramik China mencapai 2,3-76 persen. Sementara itu, keramik asal India dikenakan bea masuk tambahan sekitar 70-106 persen.

Oleh karena itu, Edy menyatakan penambahan bea masuk produk keramik impor menjadi 75 persen tidak eksesif. Selain itu, Edy mencontohkan keberhasilan Vietnam yang menerapkan perlindungan pasar keramik dari keramik besutan Negeri Panda.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Andi M. Arief
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper