Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 telah menimbulkan dampak yang luar biasa, terhadap sisi kesehatan maupun perekonomian.
Efek dari pandemi ini pun menyebabkan pertumbuhan ekonomi global akan mengalami kontraksi pada tahun ini. Pertumbuhan ekonomi sebagian besar negara diperkirakan akan berada pada zona negatif, kecuali China yang sudah kembali pulih pada kuartal III/2020.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan situasi pandemi ini bukanlah tantangan yang mudah. Tidak hanya Indonesia, banyak negara juga melakukan upaya yang luar biasa untuk bisa keluar dari tekanan pandemi Covid-19.
Termasuk berutang, Sri Mulyani mengatakan hal ini juga bukan pilihan yang mudah. Namun, jika tidak dilakukan, maka dampak dari pandemi akan terasa jauh lebih berat.
"Kalau tidak berutang, mungkin akan mengurangi defisit. Tapi mungkin dampaknya terhadap kondisi kesehatan, masyarakat, dan ekonomi akan jadi lebih berat," katanya, Rabu (18/11/2020).
Sri Mulyani menjelaskan, seharusnya yang menjadi permasalahan adalah seberapa besar stimulus dan defisit yang cukup tepat, sehingga bisa secara efektif menangani persoalan di sektor kesehatan, sosial, dan ekonomi, termasuk UMKM.
Dalam hal ini, APBN 2020 telah mengalami perubahan yang sangat besar. Melalui Perppu No. 1/2020, yang telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) No. 2/2020, batas defisit meningkat hingga 6,34 persen terhadap PDB.
Pelebaran defisit ini juga dikarenakan penerimaan negara yang merosot tajam, sementara di sisi lain, belanja pemerintah meningkat tinggi untuk menopang aktivitas dan pemulihan ekonomi di masa pandemi.
Adapun, Bisnis mencatat, total outstanding utang pemerintah pusat berdasarkan data Kemenkeu hingga September 2020 mencapai Rp5.756,87 triliun atau menembus 36,41 persen dari PDB.
Lonjakan utang ini disebabkan oleh pelemahan ekonomi akibat Covid-19 serta peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional.
Secara umum struktur utang pemerintah didominasi oleh surat berharga negara (SBN) senilai Rp4.892,57 triliun. Komposisi kepemilikan SBN terdiri dari Rp3.629,04 triliun domestik dan valuta asing atau valas senilai Rp1.263,54 triliun.