Bisnis.com, JAKARTA - Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Patimban dipastikan akan saling berhadapan berebut pasar yang relatif sama karena jarak kedua pelabuhan yang berdekatan. Pada 2 tahun pertama operasi Patimban, dipastikan Priok masih jadi yang utama.
Pakar Kemaritiman ITS Surabaya Raja Oloan Saut Gurning menuturkan persaingan dua pelabuhan di pantai utara Jawa ini menjadi isu menarik. Pasalnya, terkait jarak yang relatif dekat atau hanya 48 nautical-mile dan potensi kargo sekitar hinterland yang memang mau tidak mau tumpang-tindih dengan wilayah cakupan sejumlah terminal kontainer atau terminal kendaraan di Priok.
"Sedari awal menurut saya dorongan eksternal atau inisiasi pemilik baranglah yang mungkin menginginkan adanya pelabuhan atau terminal terdedikasi selain berada di Priok. Pilihan awal Cilamaya kemudian berpindah ke Patimban," jelasnya kepada Bisnis, Minggu (15/11/2020).
Menurutnya, inisiatif ini baik karena ada garansi kargo inbound dan outbound yang akan memberikan throughput pada usaha jasa kepelabuhanan. Bila saat ini konsorsium telah terpilih tetap menghadapi pertanyaan sama terkait garansi kargo ini akan menjadi ujian penting bagi konsorsium pengelolaan Patimban mendatang.
Di samping menyediakan tuntutan fasilitas jasa kepelabuhanan dan logistik yang dibutuhkan tidak hanya untuk wilayah Rebana yang menjadi area hinterland mereka juga wilayah proyeksi foreland mendatang seperti ke Jawa Tengah dan ke arah Jakarta.
Menurutnya, hal ini mengakibatkan Patimban akan menghadapi pelaku yang sudah ada seperti Pelabuhan Tanjung Priok yang telah dikenal dengan kinerja serta fasilitas terkait kapal, kargo dan logistik. Hal ini menjadi tantangan yang tidak mudah bagi Patimban, utamanya melihat yang diinginkan oleh operator pelayaran, pemilik barang dan operator logistik (khususnya forwarder).
Baca Juga
Isu-isu hangat yang akan dihadapi operator baru Patimban adalah terkait jadwal atau frekuensi, ketersediaan kapal (MLO, main line operator), kinerja operasi mereka, level tarif (biaya pelabuhan atau juga THC) dan waktu layanan (termasuk demurrage).
"Jadi, untuk jangka pendek 1-2 tahun mendatang keliatannya preferensi pengguna jasa kepelabuhanan masih tetap kuat pada pilihan ke Tanjung Priok. Sambil melihat bagaimana tawaran yang lebih apik dari Patimban baik fasilitas, inovasi jasa maupun proses digitalisasi serta nilai tambah yang mungkin diberikan operator Patimban," katanya.
Total biaya dan waktu logistik yang mungkin dapat diberikan kepada pemilik barang dan operator logistik tidak hanya di sisi hinterland sekitar Rebana atau Jakarta, Jabar dan Banten yg mungkin juga mereka eksplorasikan. Namun juga ke wilayah yg lebih luas di Jawa Tengah, DIY bahkan area foreland lainnya.
Namun pola konsorsium operator Patimban yang saat ini telah secara imperatif terbentuk membuat mereka berpotensi melakukan banyak inovasi yang akan berdampak bagi pengguna jasa kepelabuhanan.
Operator Patimban berpotensi melakukan layanan jasa penguatan sisi darat yaitu berbagai kegiatan jasa logistik berbasis pelabuhan atau dikenal dengan port-centric logistics. Hal ini justru banyak diharapkan oleh pengguna jasa kepelabuhanan nasional yg berpotensi merasionalisasi tingginya biaya dan waktu pelabuhan pelabuhan termasuk biaya pengangkutan dan inventori kargo selama ini.
Pola organisasi yang berupa konsorsium akan lebih memudahkan operator Patimban menciptakan platform kolaborasi lebih mendorong terciptanya jasa-jasa baru yang lebih berani dengan inovasinya. Hal ini mungkin relatif sulit dilakukan berbagai kompetitornya yang selama ini terkait kebutuhan baru di wilayah darat ini.