Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil yang menjadi pencetus Omnibus Law Cipta Kerja mengatakan bahwa undang-undang (UU) sapu jagat pertama kali disampaikan kepada Presiden Joko Widodo pada 2016.
Saat itu, Jokowi ingin melakukan reformasi birokrasi karena itulah yang menjadi tema utama saat dia menjadi kepala negara.
Presiden sendiri memahami masalah regulasi yang berbelit. Dia merasakan sendiri saat menjadi pengusaha di Solo. Bahkan, di kesempatan berbeda, salah satu perusahaan asing mengeluhkan bahwa mengebor minyak di kedalaman 2.500 meter lebih mudah dibandingkan mengurus izin.
Kemudian, presiden membuat 16 paket kebijakan ekonomi. Sayangnya, langkah itu kurang maksimal karena hanya menyederhanakan peraturan yang tingkatnya di bawah UU.
Alasannya UU harus diganti dengan UU. Beda dengan di Amerika Serikat. Di sana, hakim bisa mengubahnya. Itulah yang menjadi landasan omnibus law terbit.
“Sebenarnya Pak Presiden sudah terpikir pada periode sebelumnya. Tapi karena ada pemilu dan pilpres [tertuda]. Tapi setelah periode kedua langsung bentuk tim yang diketuai Menko Perekonomian [Airlangga Hartarto],” katanya dalam wawancara yang ditayangkan virtual, Kamis (12/11/2020).
Baca Juga
Sofyan menjelaskan bahwa istilah omnibus law bukan hal baru. Indonesia pernah menerapkannya meski tidak dikenal masif.
“Dalam Tap MPR [Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat] 2000 juga menerapkan omnibus law. Tap lama disinkronkan sehingga menjadi Tap MPR 2000,” jelasnya.