Bisnis.com, JAKARTA - Industri alas kaki belum terdampak secara signifikan oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 68/2020. Namun demikian, sebagian mitra dagang pabrikan alas kaki di negara tujuan ekspor dikabarkan mulai cemas.
Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menyatakan telah mengajukan keberatan terkait beleid tersebut. Asosiasi mencatat setidaknya ada dua ancaman yang muncul akibat penerbitan aturan tersebut.
"Kami berharap pemerintah me-review kembali terhadap penetapan [pembatasan] impor alas kaki, karena kita adalah negara ekspor, lebih besar [nilai dan volumenya] terhadap impor," ujar DIrektur Eksekutif Aprisindo Firman Bakrie kepada Bisnis, Selasa (10/11/2020).
Alasan pertama penyampaian keberatan Aprisindo terhadap Permendag No. 68/2020 adalah retaliasi dari negara tujuan ekspor. Firman berujar pihaknya telah disurati buyer di negara tujuan ekspor terkait kemungkinan retaliasi tersebut.
Kedua, proteksionisme oleh negara tujuan ekspor di luar Permendag No. 68/2020. Firman menyampaikan Permendag No. 68/2020 dapat digunakan sebagai justifikasi negara tujuan ekspor untuk menolak produk alas kaki Indonesia di pasarnya masing-masing.
"Kalau itu terjadi, sulit bagi industri [alas kaki] berorientasi ekspor melakukan klaim [keberatan terhadap] proteksi tersebut," ucapnya.
Baca Juga
Firman mendata kapasitas produksi industri alas kaki nasional sekitar 1,09 miliar pasang per tahun. Adapun, volume alas kaki yang diekspor sekitar 406 juta pasang per tahun.
Sementara itu, volume alas kaki yang diimpor mencapai sekitar 113,8 juta pasang. Hal tersebut untuk memenuhi permintaan pasar domestik yang mencapai 801 juta pasang per tahunnya.
Dengan kata lain, pangsa pasar alas kaki impor secara volume hanya sekitar 14 persen per tahunnya. Di samping itu, pangsa pasar alas kaki secara nilai mencapai 41,86 persen per tahunnya.
Di sisi lain, Firman menilai lonjakan angka impor pada kuartal II/2020 yang menjadi dasar penerbitan Permendag No. 68/2020 tidak kuat. Pasalnya, angka impor pada Januari-Agustus 2020 turun 27,4 persen secara tahunan karena susutnya pasar dan tersendatnya arus barang akibat pandemi Covid-19.
Walakin, Firman belum memastikan dampak riil Permendag No. 68/2020 ke pasar domestik. Alhasil, Firman berujar pihaknya belum dapat mengklaim bahwa Permendag No.68/2020 memiliki dampak negatif pada pasar domestik.
"Saya rasa belum terlalu berdampak, karena [pasar] ritel [domestik] tidak terlalu bergerak dan arus impor berlum terlalu tumbuh. Cuman, kami khawatir dampaknya ke [permintaan] ekspor," ucanya.