Bisnis.com, JAKARTA - Suka tidak suka, pandemi Covid-19 menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan. Hal ini pun tecermin dalam pertumbuhan industri kimia, farmasi, dan obat tradisional dalam 9 bulan pertama 2020.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendata industri kimia farmasi mengalami akselerasi pertumbuhan di setiap kuartal pada Januari-September 2020. Adapun, pertumbuhan kuartal III/2020 mencapai 14,96 persen secara tahunan.
Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GPFI) mendata pandemi Covid-19 menyebabkan kebutuhan bahan baku obat (BBO) naik 30-300 persen. Selain itu, biaya angkut juga telah melonjak 3-5 kali lipat dari kondisi normal.
Alhasil, utilitas pabrik farmasi yang pada akhir kuartal I/2020 berada di posisi 55-60 persen itu berhasil menguat hingga mendekati posisi normal akibat melonjaknya permintaan suplemen kesehatan dan vitamin.
"Permintaan imunomodulator pada kuartal II/2020 naik tinggi," ujar Direktur Eksekutif GPF Dorojatun Sanusi kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Hal tersebut sejalan dengan pertumbuhan industri kimia, farmasi, dan obat tradisional yang berakselerasi ke level 8,65 persen secara tahunan pada kuartal II/2020. Namun demikian, permintaan imunomodulator akan melandai hingga akhir tahun setelah memuncak pada April-Juni 2020.
Baca Juga
Seperti diketahui, obat imunomodulator adalah obat yang dapat meningkatkan imunitas tubuh. Obat imunomodulator yang banyak diserap adalah yang memiliki kandungan mineral dan vitamin tinggi. "Tingginya permintaan imunomodulator itu hanya tahun ini saja, secara spesifik pada saat pandemi," ucapnya.
Dorojatun meramalkan pertumbuhan akibat permintaan imunomodulator tersebut akan terhenti pada kuartal III/2020. Artinya, pertumbuhan industri farmasi akan melandai secara tahunan pada kuartal IV/2020 ke kisaran 6 persen hingga 6,5 persen.
Hal tersebut lantaran frekuensi konsumsi obat imunomodulator yang tidak bisa terus menerus. Selain itu, peningkatan pada kuartal II/2020 dan kuartal III/2020 didorong oleh sebagian konsumen yang menyetok imunomodulator hingga akhir tahun.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM Maya Gustina Andarini mencatat saat ini permintaan obat pada industri farmasi anjlok selama masa pandemi. Pasalnya, jumlah pasien yang berobat ke rumah sakit turun drastis selama pandemi.
"Sekarang industri farmasi hidupnya dari [produksi] suplemen [karena permintaan] industri farmasi drop. Orang menahan [diri] ke rumah sakit," katanya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Dwi Ranny Pertiwi mengatakan pandemi juga membuat masyarakat semakin kreatif meracik berbagai rempah dan membuka usaha rumahan dengan berbagai produk varian jamu.
Ranny mendata rata-rata pabrikan jamu menikmati peningkatan permintaan jamu hingga 50 persen. Menurutnya, peningkatan tersebut juga tertransmisikan pada petani tanaman obat.
"Jamu memang sedang melejit sekarang, manfaatnya pun sudah dirasakan dari penjualan bahan baku oleh petani yang menanam berbagai tanaman obat-obatan. Bahkan ada satu petani yang hasil tanamannya khusus diekspor," katanya kepada Bisnis.
Performa industri jamu nasional sejalan dengan hasil riset Lembaga Fior Markets yang memprediksi pasar produk yang berkaitan dengan suplemen kesehatan secara global akan meningkat hingga 7,4 persen dalam 7 tahun ke depan.
Dengan kata lain, valuasi industri suplemen kesehatan bisa meningkat dari US$16,32 miliar pada tahun lalu menjadi sekitar US$29,40 miliar pada 2027. Dengan proyeksi tersebut, bisnis jamu masih berpeluang melesat, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di kancah global.
Head of Martha Tilaar Innovation Centre (MTIC) Bernard T. Widjaja berharap saat ini pengusaha yang baru memulai masuk industri pengolahan rempah tetap tekun dalam pengembangan usaha. Pelaku usaha baru dapat memilih segmentasi tertentu yang menjadi fokus utama.
"Kemudian pemanfaatan digital market merupakan salah satu peluang yang dapat dilakukan oleh startup," katanya.
Di MTIC, lanjut Bernard, saat ini telah memiliki lebih dari 45 paten penemuan inovasi fungsi baru tanaman obat, kosmetik, dan aromatik (OKA) Indonesia sejak 2002. Pengembangan industri dari hulu hingga hilir ini yang terus dijaga perseroan.
Di sisi lain, pertumbuhan industri kimia, farmasi, dan obat tradisional bukan didorong oleh industri kimia dasar, tapi industri oleokimia. Hal tersebut tercermin dari konsumsi minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang terus tumbuh tiap bulannya pada Januari-Agustus 2020.
Per Agustus 2020, konsumsi CPO oleh industri oleokimia mencapai 151.000 ton atau tumbuh 45,3 persen dibandingkan Agustus 2019. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) menilai pertumbuhan konsumsi CPO oleh industri oleokimia memberikan harapan pada pemulihan permintaan CPO nasional.
"Secara tren juga tinggi ternyata kontribusi oleokimia [dalam penyerapan CPO di dalam negeri]. Volume dan nilai [produksi industri oleokimia] otomatis meningkat karena ini ada hukum supply-demand," kata Sekretaris Jenderal Gapki Kanya Lakshmi Sidarta kepada Bisnis.