Bisnis.com, JAKARTA – Hasil survei Inventure Indonesia menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 yang memicu krisis ekonomi turut berdampak pada kondisi keuangan keluarga dan pribadi.
Managing Partner Inventure Yuswohady memaparkan, dari 1.121 responden yang turut serta dalam riset berskala nasional ini, 67,6 persen mengaku bahwa pendapatan mereka berkurang selama pandemi. Meski demikian, 35,5 persen justru mengatakan bahwa pengeluaran mereka mengalami peningkatan.
Hal ini sejalan dengan temuan survei yang memperlihatkan adanya tren penurunan dana cadangan. Jika pada awal pandemi jumlah tabungan masyarakat cenderung meningkat guna menghadapi ketidakpastian pandemi, kini responden juga melaporkan adanya penurunan anggaran yang dialokasikan untuk cadangan dan investasi.
Sebanyak 48,6 persen responden melaporkan bahwa jumlah uang yang ditabung mengalami penurunan. Sementara 57,6 persen responden menyebutkan alokasi dana investasi juga menurun.
"Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh krisis pandemi semakin dalam dan dirasakan masyarakat pada akhir 2020,” kata Yuswohady dalam konferensi pers Publikasi Pra-rilis Riset Consumer Megashift Post Covid-19 pada Selasa (26/10/2020).
Meski pendapatan masyarakat cenderung menurun, lanjut Yuswohady, survei juga memperlihatkan bahwa rasa optimisme masyarakat terhadap pemulihan ekonomi justru meningkat.
Dari 1.121 responden, 47,2 persen meyakini pandemi Covid-19 akan berakhir pada 2020, sedangkan 51,4 persen mengatakan bahwa kondisi keuangan mereka akan kembali normal pada akhir tahun ini.
“Hal ini menunjukkan bahwa konsumen Indonesia optimistis badai akan cepat. Ini hal yang bagus, jika konsumen optimistis otomatis dia spending akan meningkat sehingga produsen bisa beroperasi lagi,” ujarnya.
Namun, proyeksi kondisi keuangan yang segera pulih ini nyatanya tak sejalan dengan respons konsumen mengenai aktivitas rekreasi. Dalam skenario vaksin telah didistribusi, 61,6 persen masyarakat mengaku khawatir untuk berkunjung ke mal.
“Mal mungkin akan sulit untuk pulih pada 2021 karena sentimen konsumen masih takut ke mal,” ujarnya.
Dengan konsumen yang masih khawatir belanja ke mal, Yuswohady mengatakan pekerjaan terbesar bagi pengelola mal sampai beberapa bulan ke depan bakal berkutat pada upaya membangun kepercayaan konsumen, salah satunya dengan mendorong implementasi aspek cleanliness, healthiness, safety, dan environment (CHSE).
Pengamat titel yang juga menjawab sebagai Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippino) Yongky Susilo mengemukakan pertumbuhan bisnis ritel pada 2021 akan sangat bergantung pada kepercayaan konsumen, implementasi Omnibus Law, dan distribusi vaksin.
“Untuk tahun ini kondisi sulit, penutupan tidak bisa dihindari karena operasional dibatasi. Konsumen kelas menengah ke atas menahan belanja, sementara kelas menengah ke bawah kehilangan daya beli,” kata Yongky.
Secara nasional, Yongky mencatat pertumbuhan ritel untuk segmen fast moving consumer goods (FMCG) selama Januari-September mengalami kontraksi sebesar 5 persen. Sementara untuk segmen fesyen, dia memperkirakan pertumbuhan year to date terkontraksi sampai 50 persen.