Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produsen Garmen Asia Terguncang, Ekspor Anjlok

Menurut ILO, sekitar 65 juta orang bekerja di industri tekstil di 10 negara atau 75 persen dari semua pekerja tekstil di seluruh dunia.
Pekerja meyelesaikan pembuatan pakaian di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja meyelesaikan pembuatan pakaian di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, DHAKA — Produsen garmen Asia terguncang oleh dampak yang disebabkan oleh pandemi virus corona.

Mereka menderita akibat pembatasan dan penguncian di negara mereka sendiri dan permintaan internasional untuk produk mereka kolaps. Hal ini sangat dramatis di negara-negara yang sektor tekstilnya menjadi penyumbang sebagian besar dari semua ekspor.

Para peneliti dari Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization) telah mempelajari dampak pandemi pada 10 negara produsen tekstil utama di Asia, yakni Bangladesh, Kamboja, China, India, Indonesia, Myanmar, Pakistan, Filipina, Sri Lanka dan Vietnam.

Menurut ILO, sekitar 65 juta orang bekerja di industri tekstil di negara-negara ini atau 75 persen dari semua pekerja tekstil di seluruh dunia.

Menurut penelitian tersebut, perdagangan tekstil global anjlok pada paruh pertama tahun ini. Ekspor ke kawasan pembelian utama di UE, AS, dan Jepang turun hingga 70 persen. Pada saat yang sama, rantai pasokan produsen terganggu, dengan kekurangan kapas, kain, dan bahan lain yang diperlukan.

Untuk industri tekstil, ini berarti lebih sedikit pekerjaan dan pendapatan yang lebih sedikit. Ribuan pabrik ditutup, awalnya karena peraturan untuk memerangi pandemi, kata Christian Viegelahn dari kantor ILO di wilayah Asia.

"Pekerja garmen biasa di wilayah itu kehilangan setidaknya dua hingga empat minggu kerja dan hanya melihat tiga dari lima rekan kerjanya menelepon kembali ke pabrik ketika pabrik dibuka kembali," kata Viegelahn seperti dikutip dari timesofoman.com, MInggu (25/10/2020).

Untuk industri tekstil, kata ILO, kerusakan akibat pandemi sudah lebih besar dari dampak krisis keuangan global 2008 lalu, kata ILO. "Kedalaman penurunan tersebut dan kecepatan serta bentuk pemulihan akhirnya di sektor tersebut kemungkinan tidak akan [sepenuhnya] terlihat hingga 2021 atau 2022."


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Zufrizal
Editor : Zufrizal

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper