Bisnis.com, JAKARTA – Serapan biodiesel pada tahun ini bakal bertumpu pada serapan domestik seiring berlanjutnya mandatori B30. Hal ini menyebabkan volume ekspor komoditas tersebut mengalami penurunan drastis.
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengemukakan mandatori B30 menyebabkan serapan domestik yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu.
Dengan kapasitas produksi sebesar 10 juta kiloliter dan potensi serapan yang mencapai 9,6 juta kl sampai akhir tahun, Paulus menyebutkan stok yang tersedia menjadi terbatas.
“Ekspor biodiesel memang tak dilakukan karena diutamakan konsumsi dalam negeri, dengan B30 ini stok menjadi pas-pasan,” kata Paulus saat dihubungi, Kamis (22/10/2020).
Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menunjukkan ekspor biodiesel sepanjang Januari-Agustus berjumlah 11.000 ton. Tahun lalu, total ekspor biodiesel Indonesia menembus 1,14 juta ton dan konsumsi domestik sebanyak 5,81 juta ton.
“Tapi kami perkirakan serapan domestik 10 persen lebih rendah dari target, jadi sekitar 8,6 juta ton. Tapi ekspor pun tetap terbatas karena pasar utama seperti China terimbas Covid-19,” lanjut Paulus.
Baca Juga
Selain karena serapan domestik yang tinggi, Paulus juga menjelaskan bahwa biodiesel Indonesia menghadapi sejumlah hambatan datang. Salah satunya adalah pengenaan bea masuk imbalan di kisaran 8 sampai 18 persen di Uni Eropa atas tuduhan subsidi yang dilayangkan sejak 2018.
“Bea masuk ini membuat eksportir kesulitan masuk ke pasar Uni Eropa,” lanjut Paulus.
Berdasarkan data Direktorat Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan, potensi ekspor biodiesel ke Uni Eropa yang tengah diperjuangkan dari tuduhan subsidi mencapai US$532,5 juta. Indonesia tercatat mengekspor 807.439 ton biodiesel ke negara-negara Uni Eropa pada 2018.
Sementara untuk ekspor ke Amerika Serikat yang juga terganjal tuduhan serupa, potensi ekspor yang sedang diperjuangkan mencapai US$256,56 juta.
Selain terganjal pengenaan bea masuk, produk sawit Indonesia pun terancam makin sulit masuk ke Uni Eropa akibat kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation.
Regulasi ini mengatur konsumsi bahan bakar nabati berisiko tinggi di Uni Eropa yang akan dibatasi pada 2020-2023. Minyak sawit masuk dalam kategori komoditas dengan risiko alih fungsi lahan yang tinggi berdasarkan studi yang menjadi landasan kebijakan ini.
Indonesia sendiri telah resmi mengajukan komplain ke Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan registrasi kasus bernomor DS593. Sejauh ini, Indonesia tengah mengumpulkan bukti dan data ilmiah untuk gugatan pertama menurut keterangan Direktur Pengamanan Dagang Pradnyawati.