Bisnis.com, JAKARTA — Setelah UU Cipta Kerja tetap menjamin asas cabotage dijalankan di dalam negeri, pengusaha pelayaran nasional masih memiliki tantangan dalam persaingan pelayaran internasional.
Ketua DPP Indonesia National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto menuturkan bahwa asas cabotage atau angkutan pelayaran yang berlayar harus berbendera Indonesia tidak berubah akibat UU Cipta Kerja.
“Ini menjadi usaha pemerintah dan DPR menjaga laut kita, dari kami asosiasi menyambut baik dipertahankannya asas cabotage. Asas ini tidak menutup seluruhnya aliran investasi asing di pelayaran, asing tetap bisa berinvestasi dengan komposisi saham maksimal 49 persen, sisanya nasional," ujarnya, Rabu (21/10/2020).
Menurutnya, walaupun asas cabotage tetap dipertahankan, pelayaran Indonesia masih kalah berdaya saing dari pelayaran internasional. Pasalnya, sejumlah ketentuan masih membelenggu pengusaha nasional agar dapat setara dengan kapal berbendera asing.
Khusus pada pelayaran domestik, Indonesia sudah berdaulat tecermin dari aktivitas kargo domestik seluruhnya sudah dilakukan oleh pelayaran nasional.
"Kondisi saat ini sudah oversupply kapal, catatan INSA hampir semua sektor ini oversupply, mulai dari kontainer, curah, migas, kapal penumpang ro-ro, dengan begitu pengguna jasa memiliki kesempatan mendapatkan harga dan pelayanan terbaik karena sudah ketat," katanya.
Baca Juga
Carmelita menyebut sejumlah persoalan yang memengaruhi daya saing pelayaran yakni perpajakan yang membuat perusahaan pelayaran terkena PPN BBM yang tidak lazim dalam praktik internasional.
Kemudian, sulitnya dukungan pembiayaan dari perbankan yang masih membebani pengusaha terkait dengan pengajuan persyaratan kerdit yang rumit, bunga tinggi, dan tenor pendek.
"Idealnya pelayaran disetarakan dengan seperti sektor infrastruktur, saat ini bunga belasan persen, dan kredit tenornya 5 tahun, padahal yang dibeli kapal, ini padat modal," katanya.
Selain itu, tantangan dalam aktivitas ekspor dan impor masih bermasalah karena biaya, asuransi, dan angkutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kapal asing. Dampaknya, dalam aktivitas ekspor impor, penggunaan jasa perkapalan didominasi asing.
"Belum berdaya saing karena faktor tadi, kami masih kalah saing dari armada asing dalam pengangkutan ekspor impor bukan domestik. Kapal asing masih mendominasi dalam ekspor dan impor lebih dari 90 persen menggunakan kapal asing," ujar Carmelita.