Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kuantitas Komponen KHL Pekerja Berubah, Apa Sebabnya?

Hasil kajian Covid-19 yang dilakukan Dewan Pengupahan Nasional di 5 provinsi menghasilkan rekomendasi soal besaran upah minimum yang tak berubah dibandingkan dengan tahun ini.
Seorang peserta pelatihan Balai Latihan Kerja (BLK) mengenakan alat pelindung diri (APD) yang diproduksi sesuai dengan standar keamanan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 di BLK Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (27/3/2020). ANTARA FOTO/Aji Styawan
Seorang peserta pelatihan Balai Latihan Kerja (BLK) mengenakan alat pelindung diri (APD) yang diproduksi sesuai dengan standar keamanan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 di BLK Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (27/3/2020). ANTARA FOTO/Aji Styawan

Bisnis.com, JAKARTA – Perubahan komponen kebutuhan hidup layak (KHL) ternyata diikuti dengan penambahan komponen dan juga pengurangan volume.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Permenaker Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL) 

Sebagai contoh, komponen yang mengalami penurunan adalah gula pasir yang sebelumnya dipatok 3 kilogram (kg) untuk sebulan kini menjadi 1,2 kg. Dengan harga rata-rata gula pasir Rp12.500 per kg, artinya ada penurunan nilai dari yang mulanya Rp37.500 menjadi Rp15.000.

Selain itu, penurunan kuantitas juga terjadi pada minyak goreng curah yang sebelumnya 2 kg menjadi 1,2 kg. 

Direktur Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Dinar Titus Jogaswitani menjelaskan perubahan kuantitas pada sejumlah item dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan pekerja.

Perubahan kuantitas sejumlah item ini pun disebutnya telah mempertimbangkan anjuran dari ahli gizi dan juga kebutuhan pekerja yang telah diperbarui.

“Penghitungannya sudah mengacu pada kalkulasi yang dilakukan ahli gizi. Selain itu ada tambahan seperti air galon yang sebelumnya tidak disertakan. Kuantitas sayur pun ditambah dari 7,2 kilogram menjadi 7,5 kilogram,” terang Dinar saat dihubungi Bisnis, Selasa (20/10/2020).

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, KHL menjadi dasar dalam penentuan upah minimum dengan mempertimbangkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Pasal Ayat (5) menyebutkan bahwa KHL ditinjau setiap 5 tahun oleh Menteri Ketenagakerjaan dengan mempertimbangkan hasil kajian Dewan Pengupahan Nasional.

Dalam situasi normal, Dinar mengatakan KHL hasil peninjauan seharusnya dipakai sebagai dasar penghitungan upah minimum 2021. Nilai kebutuhan minimum sendiri akan bervariasi di setiap daerah dan mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) atau informasi harga dari berbagai survei yang dilakukan BPS.

Namun setelah penghitungan dilakukan, Dinar mengemukakan terdapat 13 daerah yang nilai akumulasi KHL-nya lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan dengan upah minimum pada 2020.

Dengan mempertimbangkan pandemi Covid-19 yang memengaruhi perekonomian nasional, dia mengatakan ketentuan upah minimum 2021 akan mengacu pada kebijakan menteri yang diatur dalam regulasi tersendiri.

“Jadi nanti akan ada aturan tersendiri yang tentunya mempertimbangkan kedua belah pihak di mana pekerja tidak ingin turun dan pengusaha belum tentu mampu menaikkan upah,” lanjut Dinar.

Sementara itu, hasil kajian Covid-19 yang dilakukan Dewan Pengupahan Nasional di 5 provinsi menghasilkan rekomendasi soal besaran upah minimum yang tak berubah dibandingkan dengan tahun ini. Tetapi, Dina belum bisa memastikan apakah besaran upah minimum 2021 bakal sama dengan 2020 mengingat akan diputuskan lewat kebijakan menteri.

Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional Adi Mahfudz mengatakan bahwa upah minimum berpotensi turun jika dasar penghitungan masih mengacu pada PP Nomor 78 Tahun 2015. Meski inflasi terjadi, Adi mengatakan penurunan terjadi lantaran pertumbuhan ekonomi yang negatif.

“Oleh karena itu kami usulkan upah minimum 2021 bagi perusahaan yang terdampak Covid-19 sama dengan 2021. Sedangkan yang tidak terdampak diselesaikan secara bipartit,” kata Adi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper